Blog

Hukum Acara Perdata Pengertian Fungsi Tujuan Serta Sumbernya

Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.

Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.

> Menurut Prof. Dr. R. Wirjono, SH, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat Cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka Pengadilan dan bagaimana cara Pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.

Menurut Prof. Dr. R. Supomo, SH, dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (Burgerlijke Rechts Orde), menetapkan apa yang ditetapkan oleh hukum dalam suatu perkara.

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Menurut Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional pada tahun 1981 di Yogyakarta, Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum perdata material.

Menurut Para Ahli

Hukum perdata material yang hendak ditegakkan atau dipertahankan dengan hukum perdata ialah peraturan-peraturan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti BW, WvK, Undang-undang Perkawinan dan sebagainya dan peraturan hukum yang tidak tertulis yaitu hukum adat atau kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.

Norma/kaedah hukum perdata tersebut harus ditegakkan. Apabila ada pihak yang dirugikan, misalnya penjual tidak menyerahkan barangnya kepada pembeli padahal ia telah menerima uang pembayarannya, maka hukum perdata material itu harus ditegakkan dengan mempergunakan hukum acara perdata.

Tidak boleh pemulihan hak perdata diselesaikan dengan menghakimi sendiri (eigenrichting). Dengan demikian diharapkan ketertiban dan kepastian hukum perdata akan tercipta dalam masyarakat.

Perkataan ”acara” di sini berarti proses penyelesaian perkara lewat hakim (pengadilan).

Proses penyelesaian perkara lewat hakim itu bertujuan untuk memulihkan hak seseorang yang merasa dirugikan atau terganggu, mengembalikan suasana seperti dalam keadaan semula bahwa setiap orang harus mematuhi peraturan hukum perdata supaya peraturan hukum perdata berjalan sebagaimana mestinya.

Secara teologis, dapat dirumuskan bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata karena tujuannya memintakan keadilan lewat hakim.

Hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.

Dalam peraturan hukum acara perdata itu, diatur bagaimana cara orang mengajukan perkaranya kepada hakim (pengadilan), bagaimana caranya pihak yang terserang itu mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak terhadap pihak-pihak yang berperkara, bagaimana hakim memeriksa dan memutus perkara sehingga perkara dapat diselesaikan secara adil, bagaimana cara melaksanakan putusan hakim dan sebagainya.

Sehingga hak dan kewajiban orang sebagaimana telah diatur dalam hukum perdata itu dapat berjalan sebagaimana mestinya.

> Wirjono Prodjodikoro merumuskan, hukum acara perdata itu sebagai rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan. Serta cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.

Prodjodikoro, 1975
Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Perdata
Fungsi

Mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materiil, artinya hukum perdata materiil itu dipertahankan oleh alat-alat penegak hukum berdasarkan hukum acara perdata.

Tujuan

Untuk merealisir pelaksanaan dari hukum perdata materiil.

Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata
Belum terhimpun hukum acara perdata yang berlaku hingga sekarang dalam lingkungan peradilan umum dalam satu kodifikasi. Tetapi tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik produk nasional setelah Indonesia merdeka.

Dengan adanya peraturan hukum acara perdata itu, orang dapat memulihkan kembali haknya yang telah dirugikan atau terganggu itu lewat hakim dan akan berusaha menghindarkan diri dari tindakan main hakim sendiri.

Dengan lewat hakim, orang mendapat kepastian akan haknya yang harus dihormati oleh setiap orang, misalnya hak sebagai ahli waris, hak sebagai pemilik barang, dan lain-lain.

Dengan demikian, diharapkan selalu ada ketenteraman dan suasana damai dalam hidup bermasyarakat.

> Hukum acara perdata dapat juga disebut hukum perdata formil karena mengatur proses penyelesaian perkara lewat hakim (pengadilan) secara formil. Hukum acara perdata mempertahankan berlakunya hukum perdata.

Muhammad, 1990
> Hukum acara perdata juga disebut hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana diatur dalam hukum perdata materiil.

Soetantio, 2002
Hukum acara perdata menunjukkan jalan yang harus dilalui oleh seseorang agar perkara yang dihadapinya dapat diperiksa oleh pengadilan.

Selain itu, hukum acara perdata juga menunjukkan bagaimana cara pemeriksaan suatu perkara dilakukan, bagaimana caranya pengadilan menjatuhkan putusan atas perkara yang diperiksa, dan bagaimana cara agar putusan pengadilan itu dapat dijalankan sehingga maksud dari orang yang mengajukan perkaranya ke pengadilan dapat tercapai, yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban-kewajiban menurut hukum perdata yang berlaku bagi orang tersebut (Prodjodikoro, 1975).

> Apabila kita membaca literatur-literatur tentang hukum acara perdata, kita akan menemui beberapa macam definisi hukum acara perdata ini dari para ahli (sarjana) yang satu sama lain merumuskan berbeda-beda. Namun, pada prinsipnya, hal tersebut mengandung tujuan yang sama.

Syahrani, 1988
> Soepomo, dalam bukunya Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, meskipun tidak memberikan batasan, dengan menghubungkan tugas hakim, menjelaskan bahwa dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke rechts orde) dan menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.

Soepomo, . Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 UUDar 1/1951 Hukum acara perdata pada pengadilan negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Darurat tersebut menurut peraturan-peraturan Republik Indonesia dahulu yang telah ada dan berlaku untuk pengadilan negeri dalam daerah Republik Indonesia.

Adapun yang dimaksud oleh Undang-Undang Darurat tersebut tidak lain adalah Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau reglemen Indonesia yang diperbarui: S. 1848 Nomor 16, S. 1941 Nomor 44) untuk daerah Jawa dan Madura serta Rechtsglement voor de Buitengewesten (RBg atau reglemen daerah seberang: S. 1927 Nomor 227) untuk daerah luar Jawa dan Madura.

Jadi, untuk acara perdata, yang dinyatakan resmi berlaku adalah HIR untuk Jawa dan Madura serta RBg untuk luar Jawa dan Madura.

Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (BRv atau reglemen acara perdata, yaitu hukum acara perdata untuk golongan Eropa: S. 1847 Nomor 52, 1849 Nomor 63), merupakan sumber juga dari hukum acara perdata.

Supomo berpendapat bahwa dengan dihapuskannya raad van justitie dan hooggerechtshof, Rv sudah tidak berlaku lagi sehingga dengan demikian hanya HIR dan RBg sajalah yang berlaku.

Keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan, hukum acara perdata manakah yang diberlakukan apabila seorang yang tunduk pada BW (kitab undang-undang hukum perdata) mengajukan gugatan cerai? Dalam praktik, acara yang diatur dalam Rv akan diterapkan.

Kecuali itu, dapat disebutkan Reglement op de Rechterlijke Organisasie in het beleid der justitie in Indonesie (RO atau Reglemen tentang Organisasi Kehakiman: S. 1847 Nomor 23) dan BW buku IV sebagai sumber dari hukum acara perdata dan selebihnya terdapat dalam BW, WvK (Wetboek van Koophandel; Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan Peraturan Kepailitan. 20

2. UU Nomor 48 Tahun 2009 Tidak boleh dilupakan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157) tentang Kekuasaan Kehakiman yang diundangkan pada 29 Oktober 2009 yang memuat beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata.

3. UU Nomor 3 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang tersebut mengatur susunan Mahkamah Agung; kekuasaan Mahkamah Agung; serta hukum acara Mahkamah Agung, termasuk pemeriksaan kasasi, pemeriksaan tentang sengketa kewenangan mengadili, dan peninjauan kembali. Undang-undang ini memuat ketentuan hukum acara perdata.

4. UU Nomor 49 Tahun 2009 Kiranya perlu juga diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum yang mengatur susunan serta kekuasaan pengadilan di lingkungan peradilan umum juga sebagai sumber hukum acara perdata.

5. Yurisprudensi Sebagai perbandingan, perlu diketahui juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (Lembaran Negara 77) tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang penerapannya selambat-lambatnya lima tahun sesudah diundangkannya.

Yurisprudensi21 merupakan sumber pula dari pada hukum acara perdata, antara lain dapat disebutkan putusan Mahakamh Agung tertanggal 14 April 1971 Nomor 99 K/Sip/ yang menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi mereka yang tunduk pada BW dengan tidak membedakan antara permohonan untuk mendapatkan izin guna mengajukan gugat perceraian dan gugatan perceraian itu sendiri yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan perdamaian di dalam persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 HOCI.

6. Adat Kebiasaan Hakim dalam Memeriksa Perkara Wirjono Prodjodikoro (1975)23 berpendapat bahwa adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata juga sebagai sumber dari hukum acara perdata.

Adat kebiasaan yang tidak tertulis dari hakim dalam melakukan pemeriksaan itu akan beraneka ragam.

Tidak mustahil adat kebiasaan seorang hakim berbeda, bahkan bertentangan dengan adat kebiasaan hakim yang lain dari pengadilan yang sama dalam melakukan pemeriksaan.

Mengingat bahwa hukum acara perdata dimaksudkan untuk menjamin dilaksanakannya atau ditegakkannya hukum perdata materiil yang berarti mempertahankan tata hukum perdata, pada asasnya hukum acara perdata bersifat mengikat dan memaksa.

Sementara itu, adat kebiasaan hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata yang tidak tertulis dalam melakukan pemeriksaan tidak akan menjamin kepastian hukum.

7. Perjanjian Internasional

Salah satu sumber hukum acara perdata ialah perjanjian internasional, misalnya ”perjanjian kerja sama di bidang peradilan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand”.

Di dalamnya, terdapat kesepakatan mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen-dokumen pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam hal perkara-perkara hukum perdata dan dagang.

Warga negara kedua belah pihak akan mendapat keleluasaan beperkara dan menghadap ke pengadilan di wilayah pihak yang lainnya dengan syarat-syarat yang sama, seperti warga negara pihak itu.

Masing-masing pihak akan menunjuk satu instansi yang berkewajiban untuk mengirimkan dan menerima permohonan penyampaian dokumen panggilan.

Instansi untuk Republik Indonesia adalah Direktorat Jendral Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, sedangkan Kerajaan Thailand adalah Office of Judicial Affairs of the Ministry of Justice.

8. Doktrin atau Ilmu Pengetahuan

Doktrin atau ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara perdata juga atau sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata. Akan tetapi, doktrin itu sendiri bukanlah hukum.

Kewibawaan ilmu pengetahuan karena didukung oleh para pengikutnya serta sifat objektif dari ilmu pengetahuan itu menyebabkan putusan hakim bernilai objektif juga.

9. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung

Bagaimanakah dengan instruksi dan surat edaran Mahkamah Agung? Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) sepanjang mengatur hukum acara perdata dan hukum perdata materiil tidaklah mengikat hakim sebagaimana halnya undang-undang.

Akan tetapi, instruksi dan surat edaran MA merupakan sumber tempat hakim yang dapat menggali hukum acara perdata ataupun hukum perdata materiil.24 Sehubungan dengan ini, marilah kita perhatikan.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang pada umumnya dianggap membatalkan BW. Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif dengan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 1963 tersebut tidak wenang membatalkan BW atau undang-undang.

Maksud Mahkamah Agung dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang merupakan instruksi kepada para hakim memang baik, yaitu agar hakim menyesuaikan BW dengan perkembangan masyarakat, tetapi SEMA Nomor 3 Tahun 1963 itu sendiri secara yuridis teoretis tidak mempunyai kekuatan membatalkan BW.

Kalau Mahkamah Agung dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 bermaksud untuk membatalkan BW, Mahkamah Agung melanggar ajaran tentang pembagian kekuasaan.

Atas dasar kebebasannya, hakim cukup berwenang untuk menyesuaikan isi undang-undang dengan perkembangan masyarakat, tanpa menunjuk pada SEMA Nomor 3 Tahun 1963.

Seperti juga halnya dengan doktrin, instruksi dan surat edaran bukanlah hukum, melainkan sumber hukum.

Ini bukan dalam arti tempat kita menemukan hukum, melainkan tempat kita dapat menggali hukum.

Azas-Azas Hukum Acara Perdata
1. Hakim bersifat pasip Azas ini meliputi beberapa hal.
* Hakim bersifat menunggu (NEMO JUDEX SINE ACTORE) Initiatif untuk mengajukan perkara ada pada pihak-pihak yang berkepentingan, bukan pada hakim. Selanjutnya kemungkinan mengakhiri proses perkara yang sudah berjalan, adalah hak bebas dari para pihak. Hakim tidak berwenang menghalangi kendati pun sudah mulai diperiksa.
* Hakim mengadili seluruh gugatan Hakim dilarang menjatuhkan keputusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut. Hakim wajib memutus semua tuntutan.
* Hakim mengejar kebenaran formil Hakim cukup hanya mengejar kebenaran formil, yaitu kebenaran yang hanya didasarkan atas bukti-bukti yang diajukan dimuka sidang pengadilan. Apakah bukti itu benar atau tidak, hakim harus menerima sebagai suatu hal yang benar, jika satu pihak mengakui kebenaran bukti yang diajukan oleh pinak lain, kendati pun tidak meyakininya.
* Para pihak bebas untuk mengajukan atau tidak mengajukan upaya hukum verzet, banding dan kasasi terhadap putusan pengadilan

2. Sidang Pengadilan terbuka untuk umum Pada dasarnya.
Sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum. Tujuannya ialah agar terjamin pelaksanaan peradilan yang tidak memihak, sehingga peradilan berada dibawah pengawasan umum Kemungkinan pengecualian memang ada, misalnya pemeriksaan perkara perceraian karena perzinahan. Namun putusannya harus diucapkan secara terbuka untuk umum.

3. Mendengar kedua belah pihak Para pihak yang berperkara.
Harus diperlakukan sama mereka harus diberikan kesempatan yang sama karena mereka mempunyai kedudukan yang sama (audi et alteram partem).

Hakim harus mendengar keterangan kedua belah pihak. Alat-alat bukti harus diajukan dimuka sidang pengadilan yang dihadiri oleh kedua belah pihak yang perkara Putusan verstek (diluar hadirnya tergugat) bukanlah pelanggaran atas azas ini.

Karena putusan dijatuhkan adalah sesudah yang bersangkutan telah dipanggil secara patut, tetapi tidak menghadiri sidang dan tidak mengirim kuasanya.

Lagipula, gugatan tentu karena beralasan dan cukup bukti-bukti.

4. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan Para pihak yang berperkara
Boleh mewakilkan kepada kuasa, tetapi boleh juga tanpa mewakilkan. Berbeda dengan sistem beracara dimuka Raad van Justitie (R.v.J) yang mewajibkan para pihak untuk diwakili oleh ahli hukum.

5. Putusan harus disertai alasan-alasan
Agar jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim maka putusan hakim diwajibkan untuk memuat alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Putusan yang kurang atau tidak lengkap memuat alasan-alasan atau pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) merupakan alasan untuk memohon banding atau kasasi terhadap putusan itu, supaya dibatalkan.

6. Baracara perdata dengan biaya Pada azasnya
Beracara perdata dikenakan biaya, yaitu panitera, pemanggilan-pemanggilan, pemberitahuan-pemberitahuan dan bermaterai. Mereka yang tidak mampu (miskin) dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk beracara dengan cumacuma

7. Peradilan diselenggarakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Nahh sekarang Teman Bizlaw udah pada paham kan bagaimana hukum acara perdata di Indonesia. Untuk keperluan jasa hukum maupun konsultasi hubungi Bizlaw!

Bizlaw.co.id merupakan konsultan penyedia jasa perizinan, legalitas dan menyediakan bantuan serta pendampingan hukum terpercaya di Indonesia. Kami siap membantu anda!

Hubungi Kami
Email:

WhatsApp: