Blog

Pengertian Faktorfaktor Dan Caracara Motivasi Menurut Ahli

Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai daya penggerak, pendorong seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Winardi. 2001). Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan atau aktifitas kepada sesorang atau diri sendidri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan (Depdikbud. 1994). Motivasi kerja adalah sesuatu atau kondisi yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau semangat bergerak (Martoyo. 2000). Kondisi yang dimaksudkan tersebut dapat berhubungan dengan ling-kungan kerja, demikian juga yang dimaksud dengan lingkungan kerja di sini adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasai di dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpartisipasi dan bekerjasama serta mempunyai peranan dan sangat penting untuk dapat digerakkan atau diberikan motivasi dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Motivasi menjadi faktor penentu bagi perilaku orang-orang yang bekerja atau dapat dikatakan perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.

Untuk menambah wawasan dan khasanah yang lebih luas tentang pengertian dari motivasi tersebut tampaknya perlu juga dikutifkan beberapa pengertian motivasi di samping pengertian motivasi yang telah disebutkan dalam uraian sebelumnya, seperti Mangkunegara (2003) menjelaskan bahwa motivasi adalah kondisi yang menggerakkan dari dalam diri individu yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Mcdonald yang dikutif Hamalik (1992) menjelaskan motivasi adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Kemudian Flippo (1984) yang memberikan pengertian motivasi sebagai suatu keahlian dalam menggerakkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi dapat tercapai. Gorton (1976) menjelaskan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan untuk melakukan suatu pekerjaan, dan motivasi erat hubungannya dengan kinerja atau performansi seseorang, motivasi kerja yang tinggi akan menyebabkan seseorang melakukan pekerjaan dengan lebih bersemangat, karena dalam melakukan pekerjaan tersebut ia melaksanakannya dengan senang hati dan dengan dorongan yang kuat untuk melakukannya.

Berdasarkan pada beberapa pengertian motivasi dalam uraian-uraian sebelumnya, tampaknya ada unsur persamaamnya yaitu bahwa motivasi tersebut merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan baik sehingga tercapai tujuan suatu organisasi dengan maksimal juga. Kemudian kalau pengertian motivasi tersebut dikaitkan dengan tugas kepala sekolah sebagai seorang motivator dalam bidang pendidikan di sekolah, ini berarti bahwa seorang kepala sekolah tersebut harus mampu menciptakan kondisi atau lingkungan sekolah agar semua orang yang berpartispasi atau semua sumberdaya manusia terdorong dari dalam dirinya sendiri, memiliki harapan maupun terangsang untuk dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal sehingga tujuan organisasi atau sekolah juga dapat tercapai dengan baik..

Faktor-faktor dan Cara-cara Memotivasi

Ada banyak faktor yang mampu memotivasi para pekerja, seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan dalam hal bisa lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan, aspirasi, keinginan (Winardi. 2004). Faktor lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja adalah uang, karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang atau jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan dasar. Kebutuhan fisilogikal dan uang dalam pandangan orang banyak, maka uang merupakan simbol hasil yang dicapai, sukses, prestasi, atau kekuasaan sebagai sarana memenuhi kebutuhan sosial yang lebih tinggi. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa keterbatasan uang sebagai sebagai alat memotivasi orang dalam melaksanakan pekerjaan dan menyatakan pentingnya kelompok kerja sebagai kekuatan yang memotivasi (Winardi. 2004). Kemudian ada juga pendapat yang menyatkan bahwa motivasi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya sangatlah berbeda, ada banyak paktor yang mempengaruhinya, diantarnya adalah faktor kewibawaan, ambisi, pendidikan dan umur (Tery.dan Leslie W.Rue. 2001). Pendapat yang lainnya adalah bahwa motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor individual dan organisasi. Faktor individual tersebut mencakup kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan. Kemudian faktor yang berasal dari organisasi tersebut mencakup gaji, keamanan pekerjaan sesama kerja pekerja, pengawasan, pujian, dan pekerjaan itu sendiri.

Berdasarkan pada uraian fator-faktor motivasi tersebut, maka sebagai seorang kepala sekolah dalam rangka memotivasi bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya. Seorang kepala sekolah agar dapat berhasil memotivasi bawahnyanya haruslah memperhatikan, mengenal, memahami, menghargai dan mencoba untuk memenuhi dengan segala peluang dan keterbatasanya berbagai kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan sumber-daya manusia yang ada di sekolahnya sehingga semua sumberdaya manusia tersebut terdorong, terangsang, dan memepunyai harapan-harapan dalam melaksanakan tugasnya dan bertugas dengan baik dan maksimal. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus mampu mengelola semua material dan fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan keuangan seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya, keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan pengawasan, memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar para bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri.

Dalam sumber kepustakaan disebutkan ada beberapa teori tentang motivasi, dintaranya adalah: (1) teori motivasi berdasarkan harapan, (2) teori motivasi berdasarkan kebutuhan, (3) teori motivasi berdasarkan keadilan, dan (4) teori motivasi berdasarkan kepuasan.

1. Teori Motivasi Berdasarkan Harapan

Teori motivasi berdasarkan harapan beranggapan bahwa yang menjadi pendorong utama seseorang untuk dapat lebih giat bekerja karena adanya harapan yang disertai dengan penuh keyakinan, bahwa apa yang diusahakan atau dikerjakan akan berhasil. Ada beberapa variasi model teori, formulasi-formulasi teori yang lebih baru yang menyebut ada tiga konsep esensial yang menentukan, tinggi rendahnya motivasi harapan (expectancy) disingkat E, Valensi (valence) disingkat V, dan peralatan (instrumental) disingkat dengan I (Hoy dan Miskel, 1987).

Harapan merupakan keyakinan bahwa apa yang diusahakan oleh seseorang akan mengarah pada keberhasilan dalam mencapai tujuan. Harapan merupakan keyakinan subyektif seseorang dalam serangkaian kegiatan tertentu akan didapat suatu hasil atau tujuan positif yang tinggi. Misalnya seorang guru merasa yakin dengan usaha-usahanya sendiri dapat memperbaiki atau meningkatkan kecapakan hidup pada masyarakat yang kurang mampu, maka orang itu mempunyai tingkat harapan tinggi. Jadi tingkat harapan yang tinggi akan menyebabkan adanya motivasi yang tinggi. Valensi merupakan suatu tingkat kemenarikan atau keinginan seorang individu dikaitkan dengan suatu penghargaan. Sebab seseorang diberikan tugas melaksanakan perkejaan, maka untuk itu mereka diberi insentif, seperti, gaji, prestasi, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk maju dan sebagainya. Valenci ditentukan apabila mereka mengindikasikan apa yang mereka inginkan dari suatu pekerjaan. Valensi dikatakan tinggi bila terdapat ketertiban di dalam meningkatkan suatu usaha. Selanjutnya peralatan merupakan korelasi yang diperoleh antara melakukan suatu pekerjaan dengan menerima penghargaan.

Teori motivasi yang berdasarkan harapan dari Vroom ini dikembangkan oleh Porter dan Luwler, kemudian Nadler (Handoko, 2003., Atkinson (1964). Berdasarkan teori motivasi yang sudah ada, Atkinson mengembangkan teori Vroom dengan mengajukan teori motivasi berdasarkan harapan. Teori tersebut mempunyai generalisasi secara umum tingkah laku yang ditentukan oleh suatu relasi multiplikatif bukan aditif diantara harapan-harapan, peralatan-perlatan, dan valensi-valensi seseorang. Hoy dan Miskel (1987) menyatakan perbedaan konseptual yang mendasar dari teori Vroom dan Atkinson adalah bahwa Atkinson hanya memfokuskan pada satu jenis motivasi intrinsik, yaitu prestasi, sedangkan Vroom memfokuskan pada motivasi ektrinsik memandang kekuatan motivation dalam tiga variabel pada persamaan berikut: M = f (M x E x I ), Motivation = f (motive x expectancy x Incentive).

Ada beberapa istilah yang merujuk pada persamaan arti: (a) motive merujuk disposisi secara umum tentang individu yang berusaha untuk memuaskan kebutuhan. Hal ini menunjukan betapa pentingnya kebutuhan untuk dipenuhi, (b) expectancy kebutuhan subjektif tentang kemungkinan pemberian tindakan yang berhasil dalam memuaskan kebutuhan, dan (c) incentive adalah perhitungan subyektif tentang ganjaran yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut Atkinson terdapat tiga faktor motivasi yaitu motif, harapan dan insentif. Model Atkinson ini telah dites dalam sejumlah situasi experimental. Model ini telah diaplikasikan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan prestasi. Istilah-istilah persamaan diekspresi secara positif dan negatif. Motivasi untuk mencapai keberhasilan dan motivasi mengindari kegagalan (Hoy dan Miskel, 1987).

Para ahli psikologi berpendapat bahwa dalam diri individu ada sesuatu yang menentukan prilaku, bekerja dengan cara tertentu untuk mempengaruhi prilaku tersebut. Ada yang menyebut penentu prilaku tersebut dengan istilah kebutuhan atau need, ada yang menyebutnya dengan istilah motif, ada pula yang menggunakan kedua istilah tersebut secara bergantian, misalnya Miskel at. al (1967) dan Mc Clelland (1987) menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama, dan motif didapat dari hasil belajar. Selanjutnya ia mengatakan bahwa semua motif tentu didasari emosi akan tetapi motif itu sendiri tidak sama dengan emosi, dan bahwa motif merupakan dorongan untuk berubah dalam kondisi yang efektif. motif tidak dapat dilihat begitu saja dari prilaku, karena motif tidak selalu seperti yang tampak, kadang-kadang malahan berlawanan dengan yang tampak. Berdasarkan hal tersebut ia berpendapat bahwa untuk menemukan motif yang mendasari suatu perbuatan, cara yang terbaik ialah dengan menganalisis motif yang ada di dalam fantasi seseorang.

Atkinson (1983) menganggap motif sebagai suatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat untuk menuju ke tujuan tertentu, tujuan itu dapat berupa prestasi, afiliasi, ataupun kekuasaaan. Motivasi adalah keadaaan individu yang terangsang yang terjadi jika suatu motif yang telah dihubungkan dengan suatu penghargaan yang sesuai misalnya saja, jika sesuatu perbuatan akan dapat mencapai tujuan motif yang bersangkutan.

Heckhousen (Martiniah. 1984) menyatakan apa yang disebut oleh Atkinson sebagai motif, disebutnya sebagai motivasi potensial, sedangkan yang disebut oleh Atkinson motivasi, dinamakannya dengan motivasi aktual. Lebih lanjut Heckhousen menjelaskan bahwa motivasi potensial adalah suatu keadaan normal yang menentukan bagaimana suatu katagori situasi hidup tertentu supaya dapat memberikan pemuasan. Motivasi aktual terdiri dari penghargaan yang menghubungkan keadaan sekarang dengan keadaan yang akan datang. Heckhousen dalam tulisannya mengatakan bahwa motif merupakan kondisi yang mengandung suatu katagori kejadian tertentu, yang isinya homogen yang terjadinya atau adanya dapat mempengaruhi secara positif atau negatif nilai-nilai atau kepercayaan seseorang. Jadi ia mengganggap motif sebagai disposisi nilai seseorang yang kalau dibentuk secara relatif dapat bertahan, meskipun masih ada kemungkinan untuk dimodifikasi. Adapun proses motivasi adalah interaksi antara motif dengan aspek situasi yang diamati relevan dengan motif yang bersangkutan.

Motif merupakan dorongan yang datang dari dalam diri seorang untuk melakukan sesuatu atau setidak-tidaknya menyebabkan tingkah laku tertentu, motif-motif yang menggerakan tersebut menggambarkan tingkat untuk memenuhi suatu kepentingan. Dorongan untuk melakukan tindakan atau tingkah laku tersebut dapat datang dari luar atau dapat merupakan hasil dari proses pemikiran dari dalam diri seseorang. Sedangkan Thoha (2003) mengartikan motif lebih sederhana yaitu suatu rangkaian yang dapat menyebabkan individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Harapan merupakan kemungkinan dan keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan. Hoy dan Miskel (1987) mengemukakan bahwa setiap prilaku individu itu dipenuhi oleh dua sumber yang besar yaitu sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain tuntunan formal dari pihak pekerjaan yang dirinci dalam tugas yang seharunya dilakukan. Serta tuntunan informal yang dituntut oleh sekelompok-sekelompok individu dalam lingkungan kerjanya. Jadi ada harapan secara formal dan informal yang kedua-duanya menuntut perlakuan tertenu dari individu. Sebagai akibat dari tututan ini, individu berusaha untuk menyusun suatu struktur dalam situasi sosial yang dihadapai dan untuk mendefinisikan perannya dalam struktur tersebut.

Insentif merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis manusia, atau persiapan dari pada keadaan-keadaan yang menghantarkan harapan yakni, dapat mempengaruhi atau merubah sikap prilaku seseorang (Mathis & Jacson. 2002). Dengan demikian insentif merupakan suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan untuk membangun, memelihara, dan memperkuat harapan-harapan tenaga kerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi. Namun demikian insentif tidaklah sama persis dengan ganjaran. Ganjaran menunjukan bahwa sesuatu yang diinginkan dilakukan (Steer & Porter. 1961). Insentif dapat bersifat positif dalam arti tenaga kerja mau berbuat sesuatu untuk membantu melancarkan atau mengembangkan bentuk dan tingkah laku, sedangkan insentif negatif adalah perasaan yang timbul karena tidak sesuai dengan harapan dan dapat menghalang-halangi atau sejenisnya.

Jadi teori Atkinson tetang motif, harapan, dan insentif berguna untuk memberi daya motivasi bagi setiap tenaga kerja yang bekerja, sebab setiap orang yang berkerja pastilah mempunyai motivasi tertentu, harapan tertentu, dan kebutuhan insentif tertentu. Model teori harapan menurut Mitchell (Hoy dan Miskel. 1987) dikembangkan dalam psikologi pada tiga puluh penelitian model harapan prediktif bagi performansi pekerja serta usaha kerja. Konsekuensinya adanya dukungan ini sangat bersar bagi validitas model tersebut. Namun dalam model ini, masih sedikit diselenggarakan riset dalam bidang pendidikan. Mitchell dan Golstein (1987) menyatakan bahwa penelitian terhadap teori harapan pada latar pendidiklan dewasa ini telah banyak dilakukan oleh para ahli pendidikan formal diantaranya : (a) Mowday yang menemukan bahwa kepala sekolah dengan harapan tinggi lebih aktif dalam usaha mempengaruhi keputusan distrik dari pada mereka yang motivasi harapannya rendah, (b) Herrick dalam studinya memuji hubungan antara struktur organisasi dan motivasi pegawai, menemukan korelasi negatif yang kuat antara kekuatan motivational harapan dengan sentralisasi dan stratifikasi. Selanjutnya organisasi yang sentraslisasi dan stratifikasi penstafannya tinggi terhadap pegawai mempunyai kekuatan motivasi yang rendah, (c) Miskel, Delirain dan Vicox dalam studinya terhadap pegawai kekuatan motivasi pada kepuasan kerja dengan penerimaan performansi kerja, kekuatan motivasi secara signifikan berkaitan dengan kinerja dalam penerimaan unjuk kerja diantara dua kelompok, (d) Miskel, Mc Donald dan Bloom menemukan bahwa motivasi harapan para pegawai secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja pegawai, sikap pegawai terhadap organisasi, dan pemahaman terhadap keefektifan organisasi, dan (e) Graham menggunakan teori harapan dengan sampel mahasiswa, menemukan dukungan yang tinggi untuk kemampuan dari teori harapan guna memperediksi kepuasan, partisipasi dalam kegiatan dan prestasi mahasiswa.

Beberapa penulis telah meriviu laporan riset berdasarkan teori motivasi, harapan dan menyimpulkan hasil yang sama, yaitu bahwa kekuatan motivasi model harapan telah menunjukan korelasi positif dengan kepuasan kerja, usaha dan unjuk kerja sebagai latar, termasuk latar pendidikan. Dengan kata lain motivasi harapan merupakan faktor penting dalam usaha dan unjuk kerja dan merupakan faktor kontributor yang penting dalam lingkungan. Selanjutnya, Steer dan Porter (1991) menjamin bahwa teori harapan memberi frame work yang komperhenship berkaitan dengan prilaku karyawan. Miner (Hoy & Miskel, 1987) menyatakan bahwa manakala semua prilaku termotifasi tidak dapat dijelaskan pada semua kerja organisasi, teori harapan cukup menjelaskan usaha kerja untuk diikuti lebih lanjut. Ringkasnya teori harapan telah melahirkan sejumlah penelitian secara luas. Secara umum hasilnya memberikan sokongan. Bahkan melalui pertanyaan dan kritikan di sekitar pendekatannya diyakini bahwa dengan desain studi yang hati-hati teori harapan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat pada bidang administrasi pendidikan.

Davis dan Newston (1989) memaparkan bahwa diantara model-model teori motivasi yang ada semuanya mempunyai kekuatan dan kelemahan serta mempunyai pendukung dan penentang. Tidak ada suatu model yang sempurna namun semuanya memperkaya pemahaman tentang proses motivasi. Walaupun demikian Hoy dan Miskel (1987) memberikan komentar umum sebagai berikut: model predisposisi yang dikembangkan oleh Argyrs dan teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dan para pengembang selanjutnya merupakan dua pendekatan yang lazim terhadap studi motivasi. Sedangkan teori dua faktor yang dikembangkan oleh Herzberg merupakan teori secara khusus dikembangkan untuk menjelaskan motivasi kerja, dan teori harapan yang diformulasikan secara terpisah oleh Atkinson dan Vroom berkembang secara cepat sebagai teori yang paling luas diterima dan didukung untuk pekerjaan dan motivasi.

2. Teori Motivasi Berdasarkan Kebutuhan

Teori ini berdasarkan pada adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori kebutuhan ini dikemukaan oleh Abraham Maslow (Supardi dan Anwar, 2002) yang berdasarkan teori dalam dua hal pokok yaitu: (1) setiap orang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan suatu kebutuhan. (2) kebutuhan itu tersusun secara hierarkhis. Maslow (Owen, 1991) menyebutkan bahwa lima kebutuhan manusia yang tersusun secara hierarkhis yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap penghargaan, dan kebutuhan terhadap aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus, sex, perumahan, tidur dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan, ataupun pemecatan dari pekerjaan (Owens, 1991). Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta dirterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang (Winardi, 2004). Kebutuhan penghar-gaan yaitu kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi (Robbins, 1998). Kebutuhan aktualisasi diri mempergunakan potensi diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreatifitas, ekspresi diri, dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan (Kartono. 2003). Dengan adanya pengakuan dari masyarakat sese-orang akan dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya.

Proses kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas saling tergantung dan saling menopang. Kebutuhan yang paling rendah tidak hilang jika kebutuhan di atas terpenuhi begitu selanjutnya senantiasa saling keterkaitan.

Suatu kebutuhan mencapai puncaknya maka kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivasi utama. Kemudian kebutuhan selanjutnya mulai mendominasi, walaupun kebu-tuhan telah terpuaskan, kebutuhan lain masih mempengaruhi perilaku, namun intensitasnya lebih kecil karena kebutuhan seseorang saling tergantung satu dengan yang lain. Alderfer (Thoha. 2003) mengklasifikasikan kebutuhan dasar manusia menjadi tiga hal penting yaitu : (1) kebutuhan eksistensi diri (existence needs) yang disingkat E. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, (2) kebutuhan keterikatan (relationess needs) yang disingkat dengan R. Kebutuhan ini berhubungan dengan rasa kebermaknaan dan kepuasan hubungan sosial. (3) kebutuhan pertumbuhan (growth needs ) yang disingkat dengan G. Kebutuhan ini mewakili tingkat kebutuhan yang tinggi yaitu penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini lebih dikenal dengan teori ERG. Pada prinsipnya teori ini mirip dengan teori hierarkhi kebutuhan Maslow. Kebutuhan eksistensi diri sama dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman dari Maslow. Kebutuhan keterikatan sama dengan kebutuhan kasih yang atau afiliasi. Kebutuhan pertumbuhan merupakan kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri.

Teori motivasi lain yang berkenaan dengan kebutuhan adalah teori berpretasi dari Mc Clelland (Supardi dan Anwar, 2002). Berdasarkan teori ini kebutuhan dasar manusia itu diklasifikasi menjadi tiga yaitu: (1) kebutuhan berprestasi, merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat yang lebih baik dari pada orang lain, (2) kebutuhan afiliasi merupkan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain, dan (3) kebutuhan akan kekuasaan merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain.

3. Teori Motivasi Berdasarkan Keadilan

Teori motivasi berdasarkan keadilan dikemukakan oleh Porter dan Lawler ( Handoko, 2003) yang mendasarkan pada anggapan bahwa seseorang bersedia melakukan sesuatu kalau diperlakukan secara adil. Orang yang membandingkan antara masukan-masukan yang diberikan kepada pekerjaanya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, pelatihan dan usahanya dengan kompensasi atau penghargaan yang mereka terima. Orang juga membandingkan imbalan yang diperoleh orang lain dengan yang diperoleh untuk dirinya sendiri dalam pekerjaan yang sama. Dengan demikian suatu kewajaran kalau sering terjadi suatu tindakan unjuk rasa yang dilakukan oleh karyawan, yang disebabkan karena tidak terpenuhinya rasa keadilan ini.

Menurut Handoko (2003) bahwa teori motivasi berdasarkan keadilan ini didasarkan pada empat tahap proses pembentukan persepsi keadilan, yaitu: (1) penilaian tehadap diri sendiri (evaluation of self), (2) penilaian terhadap orang lain (evaluation of others), (3) perbandingan diri sendiri dengan orang lain (comparison of self with others), dan (4) merasakan keadilan dan ketidak adilan (feeling of equaty on in equity). Proses pembentukan persepsi keadilan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut: (1) individu menilai dirinya sendiri bagaimana diperlakukan oleh pemimpin, (2) disamping menilai dirinya sendiri, seseorang juga mengembangkan suatu penilaian, sebagai orang lain diperlakukan oleh pimpinan. Perbandingan dengan orang lain ini bisa saja dalam organisasi yang sama ataupun dengan orang lain yang ada pada bagian yang lain dari organisasi tersebut, (3) setelah menilai perlakukan pimpinan terhadap dirinya sendiri dan perlakuannya terhadap orang lain seseorang akan membandingkan keduanya. Artinya seorang akan melihat lingkungannya sendiri dengan menghubungkan dengan situasi dengan orang lain, (4) Sebagai akibat dari perbandingan itu seseorang akan merasakan keadilan atau ketidakadilan. Keyakinan tehadap rasa keadilan itu ataupun rasa ketidakadilan itu dalam memberi penghargaan terhadap seseorang, akan mempengaruhi perilaku yang dilakukan dalam suatu organisasi. Sudah barang tentu hal ini akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.

4. Teori Motivasi Berdasarkan Kepuasan

Teori motivasi berdasarkan kepuasan ini dikemukakan oleh Herzberg (Supardi dan Anwar, 2002) yang disebut dengan the motivation higiene theory atau disebut dengan teori dua faktor. Berdasarkan teori ini, motivasi akan timbul apabila seseorang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Bukanlah yang menyebabkan seseorang termotivasi untuk bekerja, akan tetapi karena kebutuhannya terpenuhi, akan memperoleh kepuasan dalam bekerja. Kepuasan ini yang mendorong seseorang untuk berkerja lebih bergairah dan bersemangat dalam mencapai tujuan. Kepuasan kerja merupakan refleksi dari motivasi dan produktifitas kerja, sedangan ketidakpuasan merupakan sebaliknya, tidak terdapat motivasi dan produktifitas kerja (Winardi, 2004). Teori ini terkenal dengan teori dua faktor karena ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu motivation factor dan Hygiene factor (Supardi dan Anwar, 2002). Motivation factor adalah faktor yang dapat menyebabkan kepuasan (satisfaction). Faktor pendorong merupakan faktor penyebab kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan keseluruhan sikap positif seseorang pekerjanya (Supardi dan Anwar, 2002). Ada lima faktor penyebab kepuasan kerja seseorang yaitu prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kenaikan pangkat. Sedangkan faktor penyehat terdiri dari: gaji, peluang untuk berkembang, hubungan dengan bawahan, hubungan dengan teman pekerja, teknik supervisi, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, kehidupan pribadi dan kemanan kerja (Herzberg dalam Thoha, 2004).

Faktor pendorong, merupakan faktor yang beroperasi untuk meningkatkan kepuasan kerja, sedangkan faktor penyehat merupakan faktor yang bekerja untuk menimbulkan ketidakpuasan kerja (Herzberg dalam Winardi, 2004). Adanya pengurangan dari faktor pendorong (motivatin factor) tidak mengakibatkan munculmnya ketidakpuasan kerja dan dilain pihak adanya peningkatan faktor ketidakpuasan dan cenderung untuk mengurangi ketidakpuasan kerja. Walaupun ada penambahan dalam faktor-faktor ini, ternyata tidak mendorong kepuasan kerja para karyawan.

Harapan adalah suatu ksesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang menunjukan tidak ada kemungkinan bahwa sesuatu hasil akan mucul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai angka positif. Menunjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan mengikuti suatu tindakan perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas persatuan (instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil kedua. Motivasi nilai besarnya akan mengarah pada semua kekuatan paling besar adalah tindakan yang paling mungkin dilakukan. Kemampuan adalah menunjukan potensi seseorang untuk melaksanakan pekerjaan seseorang, yang berhubugan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan. Teori harapan menjelaskan proses di mana orang menentukan pilihan motivasinya atas dasar imbalan yang bakal diterima, hubungan antara kinerja dan imbalan serta harapan untuk mencapai hasil.

Berdasarkan urain di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mendorong seseorang guru untuk melakukan tugas dengan baik, dapat berupa jaminan fisik, jaminan ekonomi, pengakuan, status, prestasi, dan pengalaman-pengalaman baru. Dengan demikian timbul kepuasan kerja yang membawa dampak positif kearah tercapainya tujuan bersama yaitu tujuan sekolah. Motivasi kepemimpinan mengarahkan pada hal-hal yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahan kearah tercapainya tujuan sekolah. Dalam mempengaruhi kegiatan ini tidak cukup hanya mengandalkan wibawa yang mereka miliki, memotivasi kerja guru untuk memeriksa seluruh daya pergerakan atau pendorong yang menimbulkan adanya keinginan untuk menaklukan kegiatan atau aktifitas dalam menjalankan tugas sebagai tenaga teknis yang dilakukan secara prima dan sistematis dan berulang-ulang, kontinyu, dan progesif untuk mencapai tujuan. Tenaga pendorong atau daya penggerak seperti yang diungkapkan pada teori-teori di atas yaitu: (1) motif merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, (2) harapan merupakan keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan baik secara formal maupun secara non formal, (3) insentif merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis manusia.

Mengkaji berbagai teori motivasi sebagaimana yang dikemukakan para ahli tersebut di atas dalam kontek sekolah adalah tugas kepala sekolah untuk berusaha agar para guru mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjalankan tugas yang diberikan kepada mereka. Pada hakekatnya tingkah laku manusia merupakan tingkah laku yang sadar tujuan, artinya tingkah laku yang di dorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan yang berguna untuk kehidupannya. Oleh karena itu peranan motivasi dalam manajemen sangat penting. Motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dan dorongan (Hersey & Balnchard, 1978). Motivasi seseorang ditentukan oleh motifnya. Permaslahannya yang paling penting bagi kepala sekolah adalah bagaimana dapat menumbuhkan motivasi para guru disekolahnya.