Blog

Teori Hierarki Norma Hukum

BAB I PENDAHULUAN
B. Teori Jenjang Norma (Stufenbau Theory)
1. Teori Hierarki Norma Hukum
37

yakni objek yang diatur tidaklah konkret. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa norma merupakan pedoman yang menjadi tolak ukur seseorang dalam menilai atau membandingan sesuatu. Sedangkan norma peraturan perundang-undangan selalu termuat dalam rumusan pasal maupun ayatnya. Norma peraturan perundang-undangan dibagi menjadi tiga yakni norma tingkah laku, kewenangan dan penetapan. Dalam norma tingkah laku dijelaskan beberapa tipe yaitu ada tipe larangan, perintah, kebolehan dan juga pembebasan dari kata perintah yang biasanya menggunakan kata “kecuali”. Jadi itu adalah penjelasan rinci dari norma tingkah laku. Sedangkan untuk norma kewenangan ada tiga tipe juga yakni berwenang, tidak berwenang dan dapat melakukan tetapi tidak perlu dilakukan.20

Kembali lagi kepada teori hukum murni oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum ditaati karena telah ditulis dan telah disahkan oleh penguasa. Teori hukum menurut Hans Kelsen berkaitan dengan apa yang senyatanya berlaku dan bukan apa yang seharusnya berlaku, karena berlatar belakang dari pemikiran filsafat positivisme sehingga beliau berpendapat hukum merupakan sistem norma, yang berdasarkan kepada apa yang senyatanya (das sein).

1. Teori Hierarki Norma Hukum

Hans Kelsen telah memperkenalkan teorinya yang disebut stufenbautheorie atau teori jenjang norma. Menurut beliau norma hukum berjenjang dan berlapis. Susunan hierarkisnya adalah norma dibawah berlaku,

20 Lutfi Ansori, Legal Drafting (Jakarta: Rajawali Pres, 2019), 19. kemudian bersumber dan harus berdasarkan pada norma yang lebih tinggi, demikianpun yang sebaliknya sampai kepada puncak tertingginya yaitu norma dasar atau grundnorm.21

Hans Kelsen disebut bagian dari aliran filsafat positivisme, apabila dilihat dari teori jenjang norma yang telah ditetapkan. Menurut penulis teori jenjang norma Hans Kelsen masih relevan dengan keadaan negara saat ini. Teori tersebut juga digagas oleh muridnya Adolf Melk yang menyatakan bahwa norma hukum selalu mempunyai dua wajah. Menurutnya pula norma hukum keatas, artinya norma itu berdasar dan bersumber dari norma yang ada diatasnya. Apabila norma itu kebawah artinya ia menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma yang ada dibawahnya, sehingga suatu norma hukum memiliki masa keberlakuannya yang relatif, karena norma keberlakuan norma yang diatas mempengaruhi keberlakuan norma yang ada dibawahnya. Apabila norma yang ada diatas tercabut atau terhapus, secara otomatis norma yang ada dibawahnya juga terhapus dan tercabut pula. Kemudian teori jenjang norma menurutnya norma tertinggi (norma dasar) menjadi dasar atas norma yang dibawahnya. Apabila norma dasar berubah, maka sistem norma yang dibawahnya akan rusak.22

Esensi dari teori jenjang norma itu sendiri adalah melihat hukum sebagai sistem yang terdiri dari susunan norma dalam bentuk piramida. Norma yang lebih rendah mendapatkan kekuatan dari norma yang ada diatasnya. Semakin norma itu

21 Maria Farida Indrati S. SH, MH. Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 8.

22 Ibid., 42. keatas maka akan semakin abstrak, begitupun sebaliknya. Semakin rendah suatu norma, maka akan semakin konkret norma itu.

Teori jenjang norma Hans Kelsen menyatakan puncak dari teori stufenbau adalah kaidah dasar hukum nasional yang disebut dengan kaidah fundamental.

Kaidah dasar itu grundnorm. Grundnorm merupakan asas-asas hukum yang masih abstrak, umum atau berupa hepotesis. Grundnorm masih meta juridish, belum menjadi produk badan pembuat UU, bukan pula bagian dari peraturan perundang-undangan, namun merupakan sumber dari segala sumber dari tata susunan peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya.23

Hierari norma hukum menurut Hans Kelsen terdiri dari:

a. Norma dasar (Fundamental Norm) b. Norma umum (general norms) c. Norma konkret (concrete norms).24

Mengenai hal tersebut Jimly Ashhiddiqie menyatakan bahwa norma dasar itu ada pada konstitusi, norma umum itu terdapat dalam undang-undang, sedangkan norma konkrit itu ada pada putusan-putusan pengadilan ataupun keputusan pejabat adminitrasi negara.

Teori Hans Kelsen kemudian diadopsi di Indonesia dalam bentuk hierarki peraturan perundang-undangan. Hierarki peraturan perundang-undangan ini

23 Ni‟matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, (Jakarta: Rajawali pers, 2008), 55.

24 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang,(Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011), 26. diharapkan dapat menjadi sistem yang berfungsi menjaga konsistensi dan ketaatan dalam hukum positif.

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki makna sebagai berikut:

a) Dalam pembentukan hukum di bawah harus berdasar pada hukum yang ada diatasnya.

b) Peraturan hukum yang di bawah salah satu bentuk pelaksanaan peraturan yang ada di atasnya, sehingga materi muatannya tidak boleh bertentangan dengan norma yang ada di atasnya.

c) Ketika ada dua peraturan perundang-undangan yang mana materi muatannya sama dan kedudukannya sama pula, maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan yang baru.

Menurut Mahfud MD, hierarki peraturan perundang-undangan dapat menjaga konsistensi norma satu dengan yang lainnya. Awalnya pasti beranjak dari asas hukum yang ada pada Undang-Undang peraturan perundang-undangan yakni asas lex posteriori superiori derogat legi inferior, lex specialis derogat legi generalis dan asas lex posteori derogat legi priori.25 Jadi tata susunan hierarki peraturan perundang-undangan memiliki kaidah yang derajatnya berbeda-beda.

Prinsip yang terkandung dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

25 Moh. Mahfud MD, Membangan Politik Hukum, Mengakkan Konstitusi, (Jakarta: LP3ES, 2007), 127. ) Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menjadi dasar hukum atau landasan untuk peraturan yang ada di bawahnya.

2) Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus bersumber dan berlandaskan peraturan yang lebih tinggi.

3) Materi muatan pada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan yang lebih tinggi.

4) Suatu peraturan hanya dapat dicabut ataupun diganti ataupun diubah dengan peraturan yang lebih tinggi atau yang sederajat dengan peraturan tersebut.

5) Apabila ada peraturan perundang-undangan baru yang mengatur tentang materi yang sama, maka peraturan baru yang diberlakukan.

Meskipun tidak secara tegas disebutkan bahwa peraturan yang lama sudah tidak berlaku lagi.

Keberlakuan peraturan perundang-undangan apabila sesuai dengan norma hukum yang lebih tinggi. Apabila terdapat pertentangan antara paraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah dapat dibatalkan.26