Blog

Pengertian Ejaan Menurut Para Ahli Terbaru

Berbicara ejaan tentunya semua bahasa didunia memiliki ejaannya masing-masing, bahasa daerah sekalipun yang ada diindonesia memiliki bahasa ejaan masing-masing. Oleh sebab itu, keberadaan bahasa ejaan menjadi sangat penting. Dalam Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin.

Oeh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.

Pengertian Ejaan Menurut Para Ahli :

Ejaan Menurut Van Ophuijen

Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka

Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).

Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai pengganti nj. Sebagai contoh :

Ø sejajar sebagai pengganti sedjadjar

Ø mencuci sebagai pengganti mentjutji

Ø meηaηa sebagai pengganti dari menganga

Ø berήaήi sebagai pengganti berjanji

Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :

 Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut:

Ejaan Prof. ch. A. Van Ophuysen

Ejaan ini disusun oleh Prof. ch. A. Van Ophuysen dengan bantuan ahli bahasa seperti Engku Nawawi atas perintah Pemerintah Hindia Belanda. Ejaan ini terbit pada tahun 1901, dalam kitab logat melayu. Menurut Van Ophuysen bahasa melayu tidak mengenal gugus konsonam dalam satu kata.

Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa pertimbangan :

1. Adanya gugus konsonam dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2. Kita menghendaki agar eajaan kata pungut dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya dekat dengan ejaan asli kata asalnya.
3. Dalam pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus tugas konsonam.

Demikian artikel tentang Pengertian Ejaan Menurut Para Ahli semoga bermanfaat.

share