Blog

Pengertian Dan Praktik Manajemen Kinerja Menurut Ahli

Pengertian Dan Praktik Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja (performance management) didefinisikan sebagai proses dimana para manajer memastikan bahwa aktivitas-aktivitas karyawan dan keluarannya sama dengan sasaran-sasaran organisasi. Sistem manajemen kinerja memiliki tiga bagian, yakni :

1. Mendefinisikan kinerja

Pertama, sistem manajemen kinerja dapat menentukan aspek-aspek kinerja yang relevan bagi organisasi, terutama melalui analisis pekerjaan.

Kedua, sistem tersebut mengukur aspek-aspek kinerja melalui penilaian kinerja (performance appraisal) yang hanya merupakan salah satu metode untuk mengelola kinerja karyawan. Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan proses dimana organisasi mendapatkan infornasi tentang seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya.

3. Memberikan umpan balik informasi kinerja

Ketiga, sistem itu memberikan umpan balik kepada para karyawan melalui pembahasan-pembahasan umpan balik kinerja sehingga mereka dapat menyeseuaikan kinerjanya dengan sasaran-sasaran organisasi. Umpan balik kinerja (Performance feedback) merupakan proses untuk memberikan informasi kepada para karyawan tentang efektivitas kinerjanya.

Kebanyakan perusahaan menggunakan manajemen kinerja untuk mengelola kinerja karyawan dan membuat keputusan pembayaran gaji, kurang dari 25% perusahaan tersebut menggunakan manajemen kinerja untuk membantu mengelola bakat dengan mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan mengembangkan bakat kepemimpinan. Enam puluh enam persen perusahaan menggunakan sistem manajemen kinerja yang sama dalam berbagai tingkatan level di organisasi. Sangat disayangkan, lebih dari 60% karyawan mengatakan bahwa tinjauan itu tidak membantu kinerja mereka untuk masa yang akan datang.

Gambar Proses Manajemen Kinerja.

Seperti yang terlihat dalam gambar di atas, merupakan suatu hal yang penting untuk menyediakan umpan balik dan evaluasi kinerja formal tetapi hal itu bukan satu-satunya bagian terpenting dari proses manajemen kinerja yang efektif yang dapat memberikan kontribusi atas keunggulan bersaing. Visible CEO dan dukungan senior manajemen untuk sistem juga dibutuhkan.

Langkah pertama dari proses manajemen kinerja dimulai dengan memahami dan mengidentifikasi keluaran-keluaran atau hasil-hasil yang penting dari kinerja. Divisi, departemen, team, dan karyawan harus bekerja sama atas tujuan dan perilaku mereka, dan memilih untuk menentukan aktivitas apa yang membantu mereka untuk mencapai strategi dan tujuan organisasi.

Langkah kedua menyangkut pemahaman atas proses (atau bagaimana) untuk mencapai tujuan yang telah dibuat di langkah pertama. Ini termasuk mengidentifikasi pengukuran tujuan, perilaku dan aktivitas yang akan membantu karyawan untuk mencapai hasil kinerja. Tujuan, perilaku dan aktivitas harus dapat diukur sehingga manajer dan karyawan dapat menentukan apakah telah tercapai. Selain itu tujuan, perilaku dan aktivitas harus merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan karyawan.

Langkah ketiga, dukungan organisasi termasuk menyediakan karyawan dengan pelatihan, alat dan sumber daya yang dibutuhkan, dan umpan balik komunikasi yang sering antara karyawan dan manajer yang berfokus pada kinerja yang baik dan tantangan kinerja yang dihadapi.

Langkah keempat, manajer dan karyawan mendiskusikan dan membandingkan hasil dari target kinerja dan sikap yang karakter pendukung dengan hasil yang sebenarnya. Dilanjutkan dengan langkah kelima, dimana hasil dari evaluasi yang dilakukan sebelumnya dapat diperoleh informasi-informasi berkaitan dengan kekurangan yang dihadapi dan mencari tahu bagaimana cara untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.

Langkah terakhir dari proses manajemen kinerja yaitu mengidentifikasi hal-hal apa yang harus didapat atas semua yang dilakukan oleh karyawan. Hal-hal tersebut dapat berupa kompensasi (peningkatan gaji dan pemberian bonus), promosi dan pengembangan karir .

Kriteria Pengukuran Kinerja

Meskipun kriteria individu berbeda dengan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi sistem manajemen kinerja, namun terdapat 5 kriteria yang menonjol dalam melakukan pengukuran kinerja, yaitu :

1. Strategic Congruence (Kesesuaian)

Merupakan sejauh apa sistem manajemen kinerja menampilkan kinerja pekerjaan yang konsisten dengan strategi, tujuan, dan budaya organisasi. Jika perusahaan menekankan pada pelayanan pelanggan, sistem manajemen kinerja harus menilai seberapa baik para karyawan dalam melayani para pelanggan perusahaan.

Strategi ini menekankan pentingnya sistem manajemen kinerja untuk menuntun para karyawan agar dapat berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi.

Kebanyakan sistem-sistem penilaian perusahaan tetap sama dalam waktu yang lama dan melalui berbagai penekanan strategis, namun ketika strategi perusahaan berubah, perilaku para karyawan juga harus berubah. Fakta menununjukkan bahwa sistem-sistem penilaian sering kali tidak berubah sehingga mungkin menjelaskan alasan banyak manajer melihat sistem-sistem penilaian kinerja memiliki dampak yang kecil terhadap efektivitas perusahaan.

2. Validity (Keabsahan)

Adalah sejauh apa ukuran kinerja menilai seluruh dan hanya aspek-aspek kinerja yang penting. Agar ukuran kinerja menjadi abash, maka ukuran kinerja tidak boleh kurang atau tercemar. Keabsahan berkaitan dengan memaksimalkan kesesuaian antara kinerja pekerjaan aktual dengan ukuran kinerja pekerjaan.

Sebagai contoh ukuran kinerja tidak mengukur seluruh aspek kinerja adalah sistem pada universitas besar yang menilai staf pengajarnya lebih berdasarkan penelitian daripada mengajar sehingga relatif mengabaikan aspek kinerja yang penting.

Contoh ukuran yang tercemar adalah penggunaan angka penjualan aktual untuk mengevaluasi para tenaga penjual di seluruh wilayah regional yang sangat berbeda. Penjualan sering kali sangat bergantung pada wilayah (jumlah para pelanggan potensial, jumlah para pesaing dan kondisi ekonomi) daripada kinerja aktual dari tenaga penjual. Tenaga penjual yang sudah bekerja keras dan lebih baik dari orang lain mungkin tidak memiliki banyak potensi penjualan seperti wilayah lain. Dengan demikian, angka-angka tersebut sendiri akan menjadi ukuran yang sangat dipengaruhi oleh hal-hal di luar kendali individu yang bersangkutan.

3. Reability (Keandalan)

adalah konsistensi dari pengukuran kinerja (tidak berubah-ubah); tingkatan dimana pengukuran kinerja adalah bebas dari kesalahan random (random error).

Sebagai contoh, jika tenaga penjual dievaluasi berdasarkan volume penjualan aktual selama bulan tertentu, hal itu akan penting untuk mempertimbangkan keadaan tidak berubah-ubahnya di sepanjang waktu penjualan bulanan.

Toko sepatu akan mengalami peningkatan penjualan pada masa-masa kenaikan kelas dan menjelang hari raya besar tetapi penjualan akan menurun di luar bulan-bulan tersebut. Oleh karena itu pengukuran kinerja harus dilakukan secara tetap di sepanjang waktu.

4. Acceptability (Penerimaan)

Adalah luasan dimana ukuran kinerja dianggap dapat memuaskan atau mencukupi oleh individu-individu yang menggunakannya.

Penerimaan dipengaruhi oleh sejauh apa para karyawan yakin bahwa sistem manajemen kinerjanya adil.

Dalam mengembangkan dan menggunakan sistem manajemen kinerja, para manajer harus mengambil langkah-langkah yang ditampilkan pada kolom “Dampak” pada Tabel 2 agar dapat memastikan bahwa sistem manajemen kinerja dianggap adil. Penelitian menunjukkan bahwa sistem manajemen yang dianggap tidak adil cenderung ditantang secara hokum, dapat digunakan secara tidak benar dan menurunkan motivasi karyawan untuk memperbaiki diri.

Tabel Kategori keadilan dan dampaknya

KEPENTINGAN TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KINERJA

* Memberikan peluang kepada para manajer dan karyawan untuk terlibat dalam pengembangan sistem.

*Memastikan standar-standar yang tetap ketika mengevaluasi para karyawan yang berbeda-beda.

*Memperkecil berbagai kesalahan.

*Memberikan umpan balik secara tepat waktu dan lengkap.

*Memungkinkan para karyawan untuk menantang evaluasi.

*Memberikan umpan balik dalam suasana yang hormat dan sopan.

*Mengkomunikasikan harapan-harapan tentang berbagai evaluasi dan standar kinerja.

*Mengkomunikasikan harapan-harapan tentang imbal jasa.

5. Specificity (Kekhususan)

adalah luasan dimana ukuran kinerja memberikan arahan rinci bagi karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka (karyawan) dan bagaimana mereka dapat memenuhi harapan-harapan tersebut.

Pendekatan untuk Mengukur Kinerja

Dalam bagian ini, kami akan membahas teknik-teknik yang berkaitan dengan setiap pendekatan serta mengevaluasi pendekatan untuk mengukur suatu kinerja terhadap kriteria yang sebelumnya sudah dibahas (Kesesuaian strategis, keabsahan, keandalan, penerimaan, dan kekhususan). Terdapat 4 pendekatan manajemen kinerja, yaitu :

1. Pendekatan Perbandingan (The Comparative Approach)

Pendekatan perbandingan pengukuran kinerja mensyaratkan penilai untuk membandingkan kinerja seseorang dengan orang lain. Terdapat 3 teknik pada pendekatan ini, yaitu :

Pemeringkatan yang sederhana mensyaratkan manajer untuk memberikan peringkat kepada karyawan di departemennya yang mempunyai kinerja tertinggi hingga individu yang kinerjanya terendah.

b. Penyaluran secara paksa

Teknik penyaluran secara terpakasa juga menggunakan bentuk pemeringkatan tetapi karyawan diberikan peringkat pada kelompok-kelompok. Hal tersebut mensyaratkan manajer untuk menempatkan persentase tertentu dari para karyawan ke dalam kategori-kategori yang telah ditentukan. Misalnya kategori atas, menengah dan bawah.

Tabel Kinerja dan pengembangannya

KINERJA DAN RENCANA PENGEMBANGAN

*Mempercepat pengembangan melalui penugasan pekerjaan yang menantang.

*Mengusulkan untuk mengikuti program-program pengembangan kepemimpinan.

*Mengakui dan menghargai kekuatan dari para karyawan.

*Mendorong pengembangan dari kekuatan dan perbaikan dari kelemahannya.

*Menawarkan umpan balik sehingga dapat berkinerja tinggi.

*Mengakui dan menghargai berbagai kontribusi karyawan.

*Memberikan umpan balik serta menyetujui berbagai keterampilan, perilaku dan hasil tertentu yang harus diperbaiki dengan waktu yang sudah ditentukan.

*Pindah pekerjaan yang lebih baik dengan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

*Meminta untuk meninggalkan perusahaan.

c. Perbandingan pasangan

Metode perbandingan pasangan mensyaratkan para manajer untuk membandingkan tiap karyawan dengan tiap karyawan lain pada kelompok pekerjaan, serta memberikan angka 1 kepada karyawan setiap kali ia dianggap sebagai pelaku yang berkinerja lebih tinggi. Setelah semua pasangan dibandingkan, manajer menghitung berapa kali setiap karyawan menerima keputusan yang menguntungkan (menjumlahkan angka-angka), dan ini menjadi angka kinerja dari karyawan.

Pendekatan perbandingan pengukuran kinerja adalah alat yang efektif dalam membedakan kinerja karyawan. Pendekatan tersebut hampir menghilangkan berbagai masalah toleransi, kecenderungan memusat, dan keketatan. Hal ini sangat berguna jika hasil ukuran-ukuran itu harus digunakan dalam membuat keputusan-keputusan administrasi seperti kenaikan gaji dan promosi tetapi di satu sisi menempatkan beban yang berat pada manajer untuk memberikan umpan balik khusus dari alat penilaian itu sendiri. Pada akhirnya, banyak karyawan serta manajer cenderung tidak menerima evaluasi-evaluasi berdasarkan pendekatan perbandingan. Evaluasi bergantung pada cara kinerja para karyawan berkaitan dengan karyawan lainnya dalam kelompok, tim atau departemen (standar baku) bukan pada standar-standar kinerja yang mutlak, yaitu sangat baik, baik, adil, serta buruk.

2. Pendekatan Atribut (The Attribute Approach)

Pendekatan atribut manajemen kinerja memfokuskan pada luasan dimana individu-individu memiliki atribut-atribut tertentu yang diyakini disyaratkan bagi keberhasilan perusahaan. Teknik-teknik itu menggunakan pendekatan yang mendefinisikan serangkaian sifat, seperti inisiatif, kepemimpinan, dan daya saing serta menevaluasi para individu.

Bentuk paling umum dari pendekatan atribut manajemen kinerja adalah skala pemeringkatan grafis. Tabel 4 menunjukkan skala pemeringkatan grafis yang digunakan pada perusahaan manufaktur. Daftar sifat dievaluasi dengan lima angka (atau jumlah angka lainnya 1-5) skala pemeringkatan. Manajer menganggap karyawan dapat melingkari angka yang menandai banyaknya difat individu yang dimiliki.

Metode-metode kinerja berbasis atribut merupakan metode-metode yang paling popular di berbagai organisasi karena metode tersebut cukup mudah dikembangkan serta digeneralisasi pada berbagai pekerjaan, strategi dan organisasi. Selain itu, jika banyak perhatian dicurahkan untuk mengidentifikasi atribut-atribut yang penting dengan kinerja pekerjaan dan mendefinisikannya pada alat pemeringkatan secara seksama, atribut tersebut dapat diandalkan dan absah sebagai teknik-teknik pengukuran yang lebih teliti.

Tabel Contoh Skala Pemeringkatan Grafis

Keterampilan Manajerial

Keterampilan antar pribadi

Namun teknik-teknik tersebut meleset pada beberapa kriteria manajemen kinerja yang efektif. Metode-metode itu biasanya memiliki standar-standar yang sangat tidak jelas yang terbuka terhadap berbagai penafsiran yang berbeda oleh para penilai yang berbeda. Karena itu, para penilai yang berbeda sering memberikan peringkat dan golongan yang sangat berbeda. Hasilnya adalah baik keabsahan maupun keandalannya biasanya rendah.

3. Pendekatan Perilaku (The Behavioral Approach)

Pendekatan perilaku manajemen kinerja berusaha menjabarkan berbagai perilaku karyawan yang harus ditunjukkan secara efektif pada pekerjaan. Kemudian, berbagai teknik menjabarkan perilakunya untuk seorang manajer menilai sejauh apa para karyawan menunjukkannya.

Teknik dalam pendekatan perilaku, yaitu :

a. Peristiwa-peristiwa penting

Pendekatan peristiwa-peristiwa penting mensyaratkan para manajer untuk mencatat contoh-contoh khusus tentang kinerja yang efektif dan tidak efektif pada karyawannya.

Peristiwa-peristiwa tersebut memberikan umpan balik khusus kepada karyawan tentang hal-hal yang mereka lakukan dengan baik dan hal-hal yang mereka lakukan dengan buruk. Namun, sebagian besar manajer tidak dapat mencatat dan menyimpan peristiwa-peristiwa tersebut.

b. Skala-skala pengamatan perilaku (Behavioral Observation Scale)

Kelemahan utama BOS adalah BOS mungkin memerlukan informasi lebih banyak daripada informasi yang dapat diproses atau diingat oleh kebanyakan manajer. BOS dapat memiliki 80 atau lebih perilaku dan manajer harus mengingat seberapa sering karyawan menununjukkan setiap perilakutersebut selama periode pemeringkatan 6 atau 12 bulan. Hal tersebut dirasa cukup berat bagi karyawan tetapi para manajer sering kali harus menilai 10 atau lebih karyawan.

Tabel Contoh skala pengamatan Perilaku

Mengatasi Perlawanan terhadap Perubahan

Menguraikan perincian perubahan kepada para bawahan.

Menjelaskan alasan diperlukannya perubahan.

Membahas cara perubahan akan memperngaruhi karyawan.

Mendengarkan keprihatinan karyawan.

Meminta karyawan untuk membantu membuat perubahan pekerjaan.

Jika perlu, menetapkan tanggal pertemuan tindak lanjut untuk menanggapi berbagai keprihatinan karyawan.

c. Perubahan Perilaku Organisasi (Organizational Behavior Modification)

Perubahan perilaku organisasi ini meliputi pengelolahan perilaku para karyawan melalui sistem umpan balik dan penguatan perilaku secara formal.

Teknik-tekniknya bervariasi, tetapi secara umum terdiri dari 4 unsur. Pertama, teknik tersebut menentukan serangkaian perilaku utama yang diperlukan pada kinerja pekerjaan. Kedua, teknik tersebut menggunakan sistem pengukuran untuk menilai apakah perilaku-perilaku tersebut kelihatan. Ketiga, manajer atau konsultan memberitahukan kepada para karyawan tentang perilakunya, bahkan mungkin menetapkan berbagai sasaran, yaitu seberapa sering para karyawan harus menunjukkan perilaku-perilaku tersebut. Pada akhirnya, umpan balik dan penguatan diberikan kepada para karyawan.

Pendekatan perilaku dapat menjadi sangat efektif karena menghubungkan strategi perusahaan dengan perilaku tertentu yang diperlukan untuk melakukan strategi. Pendekatan ini juga memberikan bimbingan dan umpan balik tertentu bagi para karyawan tentang kinerja yang diharapkan dari mereka.

Kelemahan utama dari pendekatan ini berhubungan dengan konteks sistem organisasi. Meskipun pendekatan perilaku dapat berhubungan erat dengan strategi perusahaan, berbagai perilaku dan ukuran harus terus dipantau dan diperbaiki agar dapat memastikan bahwa perilaku san ukuran tersebut masih berkaitan dengan fokus strategi.

4. Pendekatan Hasil (The Results Approach)

Pendekatan hasil berfokus pada pengelolahan tujuan, hasil-hasil kerja atau kelompok kerja yang dapat diukur. Pendekatan ini berasumsi bahwa subjektivitas dapat dihilangkan dari proses pengukuran dan hasilnya merupakan indicator terdekat dari kontribusi seseorang terhadap efektivitas organisasi.

Terdapat dua sistem manajemen kinerja yang menggunakan hasil, yaitu :

a. Manajemen berdasarkan Sasaran (Management by Objectives)

Pada sistem MBO, pertama, tim manajemen puncak mendefiniskan sasaran-sasaran strategis perusahaan untuk tahun mendatang. Sasaran-sasaran tersebut diteruskan ke lapisan manajemen berikutnya dan para manajer tersebut menentukan sasaran-sasaran yang harus dicapai perusahaan dan mengusahakan agar sasaran-sasaran tersebut tercapai.

Sistem MBO memiliki 3 unsur utama, yaitu membutuhkan sasaran-sasaran yang khusus, sulit dan objektif. Sasaran-sasaran tersebut biasanya tidak ditetapkan secara sepihak oleh manajemen tetapi dengan keterlibatan dari para manajer dan bawahan. Manajer memberikan umpan balik yang objektif di sepanjang periode penilaian untuk memantau kemajuan dari sasaran-sasaran tersebut.

b. Pengukuran Produktivitas dan Sistem Evaluasi (Productivity Measurement and Evaluation System/ ProMES)

Sasaran utama ProMES adalah memotiovasi para karyawan untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini merupakan sarana untuk mengukur dan memberikan umpan balik informasi produktivitas kepada para karyawan.

ProMES terdiri dari 4 langkah. Pertama, orang-orang pada organisasi mengidentifikasi produk atau serangkaian aktifitas atau tujuan, sedangkan organisasi mengharapkan dapat mencapainya. Kedua, karyawan mendefinisakan berbagai indikator produk. Berbagai indikator merupakan ukuran-ukuran dari seberapa baik produk yang dihasilkan oleh organisasi. Ketiga, karyawan menetapkan berbagai kemungkinan antara jumlah indikator dan tingkat evaluasi yang terkait dengan jumlah tersebut. Keempat, mengembangkan sistem umpan balik yang memberikan informasi kepada para karyawan dan kelompok kerja tentang tingkat kinerja tertentu pada setiap indikator.

Pendekatan hasil memperkecil subjektivitas, bergantung pada tujuan dan indikator-indikator kinerja kuantitatif. Dengan demikian, pendekatan tersebut biasanya sangat diterima oleh para manajer dan karyawan. Keuntungan lainnya adalah pendekatan tersebut mengaitkan hasil-hasil individu dengan berbagai strategi dan tujuan organisasi.

Kelemahan pendekatan ini adalah para individu mungkin hanya berfokus pada aspek-aspek kinerja yang diukur dan mengabaikan yang tidak diukur.

5. Pendekatan Kualitas (The Quality Approach)

Dua karakteristik dasar dari pendekatan kualitas adalah orientasi pada pelanggan dan pendekatan pencegahan kesalahan. Sistem manajemen kinerja yang dirancang dengan orientasi kualitas yang kuat diharapkan untuk :

a. Menekankan penilaian terhadap faktor-faktor individu dan sistem pengukuran.

b. Menekankan bahwa para manajerdan karyawan bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah kinerja.

c. Melibatkan pihak internal dan eksternal dalam menetapkan standar-standar serta mengukur kinerja.

d. Menggunakan berbagai sumber untuk mengevaluasi faktor-faktor sistem dan individu.

Pendekatan kualitas menunjukkan fokus utama dari evaluasi-evaluasi kinerja yang memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang bidang-bidang di mana mereka dapat memperbaikinya. Dua jenis umpan balik yang diperlukan yaitu, pertama, umpan balik subjektif dari para manajer, rekan kerja dan pelanggan tentang kualitas-kualitas pribadi karyawan. Kedua, umpan balik objektif berdasarkan proses pekerjaan itu sendiri dengan menggunakan metode-metode pengendalian kualitas statistik.

Umpan balik kinerja dari para manajer, rekan kerja dan para pelanggan harus berdasarkan dimensi-dimensi, seperti keterampilan kerja sama, sikap inisiatif, dan komunikasi. Evaluasi kinerja harus meliputi pembahasan tentang rencana-rencana karir karyawan. Pendekatan kualitas juga sangat menekankan bahwa sistem-sistem penilaian kinerja harus dihindari untuk memberikan evaluasi secara keseluruhan terhadap karyawan, seperti pemberian peringkat sangat baik, baik dan buruk.

Mengkategorikan para karyawan diyakini akan mendorong mereka untuk berperilaku dengan cara-cara yang diharapkan berdasarkan peringkatnya. Misalnya, para individu yang berkinerja “rata-rata” mungkin tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, melainkan dapat terus berkinerja pada level tersebut karena para karyawan tidak memiliki pengendalian atas kualitas sistem di mana mereka bekerja, evaluasi-evaluasi-evaluasi kinerja karyawan tidak boleh dikaitkan dengan kompensasi. Tingkat kompensasi harus berdasarkan tingkat gaji yang berlaku di pasaran, senioritas dan hasil-hasil bisnis yang disebarluaskan secara adil bagi seluruh karyawan.

Teknik-teknik pengendalian proses statistik sangat penting pada pendekatan kualitas. Teknik-teknik tersebut memberikan output yang objektif kepada karyawan untuk mengidentifikasi berbagai penyebab masalah dan pemecahannya yang potensial. Teknik-teknik tersebut dapat berupa analisis proses, diagram sebab akibat, diagram Pareto, peta kendali, histogram dan scattergram.

1. Noe, Hollenback, Gerhart and Wright. Human Resource Management: Gaining a Competitive Advantage. 7th Edition. New York : McGrawHill International, 2010.