Blog

Memaknai Sudut Pandang Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan

Pendahuluan

Sejak dahulu kala, filsafat hadir dan tidak dapat dipisahkan dengan pemikiran manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk menggunakan akal dalam memahami sekitarnya, dengan kata lain, manusia memiliki potensi dasar yang memungkinkan manusia untuk berpikir. Suriasumantri (1996) menyatakan bahwa berpikir merupakan suatu proses yang membuahkan pengetahuan. Kegiatan berpikir pada manusia baru mungkin terjadi jika akal pikiran manusia telah mengetahui sesuatu, kemudian pengetahuan tersebut dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain.

Sesuatu yang diketahui tersebut bisa merupakan data, konsep, atau sebuah ide. Dengan kegiatan berpikir manusia itulah, filsafat dapat lahir dalam kehidupan. Filsafat dapat didefinisikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebenaran. Poedjawijatna (1980) mendefinisikan “Filo” sebagai cinta dalam arti yang luas; yaitu berusaha untuk mencapai yang diinginkan, sedangkan “sofia” berarti kebijaksanaan, yang artinya pandai atau mengerti dengan mendalam. Berdasarkan namanya, filsafat dapat diartikan sebagai keinginan untuk tahu lebih mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.

Filsafat dapat dipandang sebagai segala upaya pemikiran untuk mencari hal-hal yang baik dan benar (bijaksana). Baik berarti memiliki dimensi etika, sedangkan benar merupakan sesuatu yang berdimensi rasional. Dengan demikian, berpikir filsafat berarti berusaha untuk berfikir dengan tujuan mencapai kebaikan dan kebenaran.

Makna filsafat sesungguhnya telah lama didefinisikan oleh para ahli sejak Sebelum Masehi. Periodisasi dalam sejarah filsafat dapat dibagi dalam empat periode, yakni masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM sampai akhir abad ke-3 SM), masa abad pertengahan (akhir abad ke-3 SM hingga abad ke-15 SM), masa modern (akhir abad ke-15 SM hingga abad ke-19 SM) dan yang terakhir adalah filsafat kontemporer (abad ke-20 Masehi) (Sudarto, 1996).

Di awal kelahirannya pada masa Yunani Kuno, filsafat ditunjukkan dalam bentuk mitologi dan dongeng yang dipercayai oleh bangsa Yunani. Setelah itu filsafat berkembang seiring dengan keingintahuan terhadap alam semesta yang melahirkan ilmu-ilmu alam. Selanjutnya, pemikiran tentang alam berkembang menjadi pemikiran tentang manusia. Seorang filsuf yang terkenal dalam perhatiannya terhadap pemikiran dan hidup manusia di dunia ini adalah Socrates ( SM) yang meyakini bahwa kebenaran dan kebaikan adalah nilai-nilai objektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua manusia.

Seorang murid Socrates yang hidup antara Sebelum Masehi bernama Plato, kemudian mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Selanjutnya murid Plato, Aristoteles di masa Sebelum Masehi, medefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya yaitu ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.

Pendapat Aristoteles sesungguhnya adalah bentuk kritik terhadap pendapat pendahulunya Plato, yakni yang umum dan tetap bukanlah dalam dunia ide / konsep melainkan dalam benda-benda jasmani itu sendiri. Menurut teori ini, setiap benda jasmani memiliki bentuk dan materi, yang keduanya tidak dapat lepas satu sama lain. Aristoteles juga dikenal sebagai “Bapak Logika” yang memiliki cara berpikir teratur menurut urutan yang tepat dan berdasarkan hubungan sebab akibat. Sementara itu seorang Filsuf Muslim, Al-Farabi mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bagaimana hakikat sebenarnya.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diketahui bahwa makna filsafat adalah berpikir untuk mendapatkan substansi yang benar, dalam hal ini berpikir merupakan proses penyelidikan yang digunakan untuk memahami apa, bagaimana, dan untuk apa pengetahuan tersebut. Meskipun filsafat erat kaitannya dengan berpikir dan pengetahuan, untuk memaknai filsafat sebagai ilmu pengetahuan, kita harus mengetahui bahwa dalam filsafat dan ilmu pengetahuan terdapat perbedaan yang menjadikan masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Pembahasan

Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari pemikiran manusia, dan selalu berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia untuk mengatasi masalah yang ada di sekelilingnya. Ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu, berasal dari bahasa Arab ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Pengertian ilmu menurut ruang lingkupnya, yaitu ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus (The Liang Gie, 1982). Ilmu pengetahuan selalu didasari oleh pemikiran filsafat yang menjadi landasannya. Meski demikian, ada batasan-batasan dalam keterkaitan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, yakni masing-masing yang memiliki ciri yang berbeda. Berdasarkan pengertian ilmu, dapat diketahui ciri dari ilmu. The Liang Gie (1991) menyebutkan ciri-ciri ilmu adalah bersifat empiris yakni berdasarkan pengamatan dan percobaan, bersifat objektif yaitu terbebas dari prasangka dan kesukaan pribadi, analitis yakni menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci dan verifikatif, yaitu dapat diperiksa kebenarannya.

Ilmu pengetahuan harus bersifat empiris yaitu ketika seorang mengungkapkan pendapat secara ilmiah, maka pendapat tersebut harus dapat dikaji untuk diuji dan diamati sehingga bukan hanya berdasarkan perkiraan atau mengandalkan perasaan semata. Ciri empiris dari ilmu adalah adanya upaya untuk menemukan fakta dari ilmu. Ilmu pengetahuan bersifat objektif, artinya dalam suatu teori yang dihasilkan, harus dipisahkan dari rasa senang-tidak senang, suka-tidak suka.

Teori atau kesimpulan yang diungkapkan adalah benar-benar mengacu pada fakta yang dapat dilihat oleh semua orang secara sama, tanpa melibatkan perasaan pribadi pada saat itu. Analitis berarti suatu ilmu pengetahuan perlu untuk mengurai persoalan lebih terinci secara terus menerus selama hal tersebut masih dalam ruang lingkup kajian secara empiris dan yang terakhir, bersifat verifikatif berarti penjelasan, teori atau ilmu yang diperoleh harus memberi kemungkinan untuk dapat diuji kembali sehingga kebenarannya dapat benar-benar meyakinkan.

Tujuan dari ilmu pengetahuan adalah membantu menjelaskan, memahami, memprediksi atau mengatur berbagai kejadian di sekitar manusia baik menurut alamiah atau secara sosial. Ilmu pengetahuan membantu manusia untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan memberi pemahaman rasional tentang terjadinya suatu fenomena, sehingga manusia dapat mengatur atau bahkan memprediksi sesuatu berdasarkan teori yang sudah ada dan telah diuji kebenarannya.

Sementara itu, ciri khas filsafat adalah cenderung mempertanyakan apa pun secara kritis. Filsafat memiliki perbedaan dari ilmu pengetahuan yakni dalam pertanggung jawaban secara rasional terhadap jawaban filsafat. Meskipun filsafat terus menerus mencari jawaban dan kebenaran, namun jawaban yang diperoleh tidaklah abadi, sehingga filsafat tidak pernah selesai pada sebuah masalah. Menurut Alisjahbana (1981) berfikir filsafat yaitu berpikir dengan teliti dan berpikir menurut ajaran yang pasti. Ciri-ciri berpikir filsafat menurut Gazalba (1976) adalah radikal, sistematis dan universal. Radikal memiliki arti berpikir sampai ke akar-akarnya hingga mencapai tingkatan esensi sedalam-dalamnya dengan berbagai konsekuensi dan tidak terbendung oleh pemikiran yang sudah diketahui secara umum. Sistematik berarti berpikir secara teratur dan logis dengan urutan rasional yang dapat dipertanggungjawabkan, sementara universal berarti berpikir secara menyeluruh dan tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas. Berpikir filsafat memerlukan latihan yang terus menerus dalam kegiatan berpikir sehingga setiap masalah mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran, sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran. Oleh karena itu, filsafat mengacu pada kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam.

Selain dari ciri-ciri berfikirnya, filsafat dan ilmu pengetahuan dapat dibedakan dari objeknya. Objek yang dibahas Filsafat mulai dari manusia, alam semesta hingga Tuhan, dengan kata lain, kajian filsafat sebenarnya bukan suatu yang asing dan tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Semua yang ada dan dapat dipikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila dipikirkan secara radikal, sistematis dan menyeluruh. Secara sistematis, objek filsafat dapat dibagi menjadi objek material dan objek formal. Objek material yaitu objek yang wujudnya dapat dijadikan bahan dalam berpikir, sedangkan objek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat objek material tertentu. Objek material filsafat meliputi segala sesuatu yang ada, dalam hal ini adalah manusia, alam dan Tuhan. Menurut Anshori (1979) objek material adalah segala sesuatu yang berwujud, yang pada garis besarnya dibagi menjadi tiga persoalan pokok yakni hakekat Tuhan, hakekat alam dan hakekat manusia. Objek formal merupakan sudut pandang pendekatan filsafat dari sudut pandang hakikatnya, dengan kata lain usaha untuk mencari keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Objek formal menggambarkan tentang cara dan sifat berpikir terhadap objek material tersebut. Sementara itu, objek ilmu pengetahuan tidak membahas Tuhan. Objek ilmu pengetahuan secara material merupakan semua bidang atau bahan yang dijadikan telaah ilmu sedangkan objek formal adalah bagaimana objek material ditelaah oleh suatu ilmu. Perbedaannya adalah, dalam objek formal ilmu pengetahuan, perbedaan objek setiap ilmu akan menjadikan objek formalnya berbeda pula. Oleh karena itu dalam ilmu pengetahuan, objek dapat dikeompokkan berdasarkan bidang-bidang ilmu yang akan dikaji. Kemudian yang membedakan kajian filsafat dengan kajian ilmu pengetahuan yakni dalam ilmu pengetahuan terdapat penjelasan ilmiah dan juga sikap ilmiah, yang merupakan penjelasan dari sesuatu yang diperoleh secaa sistematis, logis dapat dipertanggungjawabkan serta dapat diuji kebenarannya yang menghasilkan sebuah teori yang dapat dilihat secara sama oleh semua orang berdasarkan hasil atau fakta yang dapat dilihat secara objektif.

Dengan mengetahui ciri-ciri dan karakteristik dari filsafat dan ilmu pengetahuan, maka kita dapat memahami sudut pandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan. Filsafat sebagai ilmu berarti melihat filsafat sebagai sesuatu disiplin ilmu yang memiliki karakteristik khas sesuai dengan sifat suatu ilmu. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan berarti telaah filsafat kebenarannya memiliki karakter berpikir tertentu, yang menjadikan kebenarannya sama halnya dengan ilmu pegetahuan, sebagaimana dijelaskan bahwa ilmu dan filsafat memiliki tujuan yang sama, yakni mencari kebenaran. Berpikir filsafat memberikan asumsi dasar dalam setiap cabang ilmu pengetahuan. Meski ilmu pengetahuan juga telah ada sejak dahulu, namun bekal dasar dari ilmu pengetahuan adalah berpikir secara filsafat. Manusia tidak akan bisa melakukan pemikiran ilmiah apabila tidak berpikir secara radikal dan sistematis terhadap suatu hal. Ilmu pengetahuan lahir karena manusia memikirkan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, sehingga dengan berpikir secara filsafat tersebut, manusia mengembangkan pikiran analitis yang kemudian melahirkan sifat empiris dalam ilmu pengetahuan.

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan berarti filsafat dipandang sebagai suatu ilmu yang menyelidiki tentang kebenaran sesungguhnya, melalui upaya penyelidikan tentang apa, bagaimana, dan untuk apa, melalui konteks berpikir secara ontologi (kajian tentang apa), epistemologi (bagaimana) dan aksiologi (untuk apa). Filsafat yang memiliki cara berpikir sistematis dianggap sebagai suatu kegiatan yang memiliki arah dan tujuan menghasilkan pengetahuan ilmiah yakni pengetahuan yang sistematis, memiliki kejelasan, kebenaran, teruji dan dapat diandalkan. Tugas filsafat yang dipandang sebagai ilmu pengetahuan adalah memberi penjelasan dan makna dari konsep dasar dalam aktivitas ilmiah, dengan mengandalkan logika dan analisis konseptual untuk menjernihkan konsep dasar ilmu pengetahuan. Salah satu aliran dalam filsafat di mana realitas adalah sesuatu yang bersifat objektif dan berada di luar pikiran adalah realisme, yang meyakini bahwa adanya hal-hal yang bersifat universal. Dengan demikian, filsafat mampu dipandang sebagai ilmu yang objektif dengan menekankan hal-hal yang ada di luar diri manusia. Seorang filsuf realis, Thomas Aquinas (1224 – 1274) menyebutkan bahwa semua pengertian manusia selalu diperoleh melalui pengamatan inderawi. Hal tersebut kemudian dikenal sebagai proses abstraksi, di mana manusia mengembangkan kemampuan yang dimilikinya baik secara internal maupun eksternal untuk menangkap ralitas di luar dirinya. Abstraksi adalah proses yang pada akhirnya membuat manusia memiliki sebuah konsep tentang sebuah benda yang diamatinya. Terdapat kesamaan dalam abstraksi dan proses induksi dalam ilmu, yakni keduanya mencari hubungan kausalitas atas data-data yang bersifat partikular.

Proses abstraksi dalam ilmu pengetahuan terjadi ketika data yang bersifat partikular diabstraksi sehingga memperoleh suatu konsep atau teori yang sifatnya universal. Universal berarti sifat-sifat benda atau fenomena yang diabstraksi meninggalkan cirinya yang bersifat partikular menjadi sebuah ciri baru yang bersifat universal dan abstrak. Tujuannya adalah menemukan hal yang bersifat inti, hakekat dan universal dari sebuah fenomena. Filsafat dalam penalarannya mengedepankan berpikir secara radikal dan spekulatif, dalam hal ini filsafat memang tidak melakukan pengujian empirik sebagaimana dalam ilmu pengetahuan, namun hasil telaah filsafat kebenarannya bersifat persis sebagaimana ilmu pengetahuan karena memiliki karakteristik berpikir tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa semua manusia ingin mengetahui sesuatu, maka dalam filsafat terdapat pengetahuan. Filsafat sebagai ilmu memiliki tugas untuk menggali fenomena kausal dengan menggali kebenaran, kepastian, obyektivitas, abstraksi, intuisi serta dari mana asal pengetahuan dan akan ke arah mana pengetahuan tersebut tertuju. Oleh karena itu, telaah filsafat sebagai ilmu pengetahuan memiliki substansi yang berkaitan dengan fakta atau kenyataan, kebenaran, konfirmasi dan logika interferensi.

Kesimpulan

Setelah memahami konsep karakteristik filsafat dan ilmu pengetahuan dan mengetahui keterkaitan diantara keduanya, maka pandangan filsafat sebagai ilmu pengetahuan mencakup hal-hal diantaranya proses berpikir kritis dan sikap evaluatif terhadap kriteria ilmiah dalam ilmu pengetahuan, proses sistematis yang melahirkan metode-metode ilmiah, sikap analisis secara obyektif terhadap asal mula dan dasar dari segala teori ilmiah, serta menyelesaikan permasalahan yang ada di sekitar manusia dengan tujuan akhir yaitu mencari kebenaran. Filsafat mengusahakan upaya untuk mencari kebenaran yang bersifat mendasar. Filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan sebab manusia dalam memperoleh pengetahuan dan kebenaran akan melakukan kegiatan berpikir, sehingga proses berfikir secara filsafat untuk memperoleh pengetahuan adalah dengan berpikir secara kritis, logis, sistematis serta universal.

Referensi

Alisjahbana, S.T. 1981. Pembimbing ke Filsafat. Jakarta : Dian Rakyat.

Anshori, E. S. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya : Bina Ilmu

Gazalba, S. 1976. Sistimatika Filsafat (Jilid 1 sampai 4). Jakarta :Bulan Bintang.

Poedjawijatna. 1980. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : PT Pembangunan

Suriasumantri, J.S. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

The Liang Gie. 1982. The interrelationships of Science and Technology. Yogyakarta : Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi.

The Liang Gie. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Ardimas Jaya Syahputra lainnya di sini.