Blog

Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia Menurut Para Cendekiawan

Pengertian Pajak
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr.P.J.A Adriani dalam buku Konsep Dasar Perpajakan Diana Sari (2013:34) adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Mardiasmo (2011:1) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Pasal 1 ayat (1) Tahun 2007 menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Adapun ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak dalam buku Perpajakan Teori dan Kasus Siti Resmi (2014:2), yaitu:

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Diana Sari (2013:37) ada 2 (dua), yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembanguanan. Sebagai sumber pendapatan negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terus diharapkan dari sektor pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan) misalnya: mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualianpengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatanpemberatan yang khusus ditunjukan kepada masalah tertentu. Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan fungsi ini bisa positif dan negatif. Pelaksanaan fungsi pajak yang positif maksudnya jika suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat oleh pemerintah di pandang sebagai sesuatu yang positif, oleh karena itu didorong oleh pemerintah dengan memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive) yang dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan. Sementara itu, pelaksanaan fungsi mengatur yang bersifat negatif dimaksudkan untuk mencegah atau menghalangi perkembangan yang menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal itu dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang perpajakan yang menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah.

Selain dua fungsi diatas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu:

1. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur pereedaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

2. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Fungsi Demokrasi
Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

Pengelompokan Pajak
Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2011:7), yaitu:
1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri, tidak dapatdibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajka Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak terdiri dari:

1. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajb Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri–cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri–cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1. Pengertian NPWP

Menurut Mardiasmo (2011:26) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sebelum memenuhi kewajiban dalam perpajakan Wajib Pajak harus sudah memiliki NPWP.
Sedangkan menurut Sumarsan (2012:24) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

2. Fungsi NPWP

Dalam buku Perpajakan Indonesia Sumarsan (2012:24) fungsi dari NPWP antara lain:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

3. Pendaftaran NPWP

Menurut Mardiasmo (2011:26), semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assesment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah:

a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan.

4. Sanksi NPWP

Menurut Mardiasmo (2011:27) setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga merugikan pada pendapatan negara akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah oajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutanng yang tidak atau kurang bayar.

5. Penghapusan NPWP

NPWP dapat dihapuskan, tetapi dengan peghapusan NPWP ini tidak berarti menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Pengertian penghapusan NPWP adalah tindakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak (Diana Sari, 2013:185). Beberapa kondisi yang memungkinkan terhapus dan tercabutnya NPWP, yakni:
a. Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan diisyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil.
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak.
d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi.
e. Badan Usaha Tetap (BUT) yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT.
f. Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
Penghapusan NPWP ini dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi, kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui adanya utang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih.

Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian SPT

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan adalah:
“Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

2. Fungsi SPT

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Mardiasmo (2011:31),
yaitu:
a. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;

* Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
* Harta dan kewajiban; dan/atau
* Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan laindalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.

b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaoprkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

* Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;dan
* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraaturan perundang-undangan perpajakan.

c. Bagi pemotongan atau pemungutan pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3. Prosedur Penyampaian SPT

Menurut Mardiasmo (2011:32), prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) antara lain:
a. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir Surat Pemberitahuan tersebut.

b. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat
lainyang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

c. Wajib Pajak yang telah mendapat telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

d. Penandatangan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

e. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:

* Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan: LaporanKeuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
* Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
* Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan: Perhitungan jumlah yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

4. Pembetulan SPT

Dalam buku Diana Sari (2013:205),terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan
pembetulan:
a. WP dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

b. Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak tersebut dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak kurang dibayar.

c. Walaupun Direktur Jendral Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan sebenarnya.

d. Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal wajib pajak menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding atau Putusan Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan fiscal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

5. Jenis SPT
Menurut Mardiasmo (2011:32) secara garis besar, Surat Pemberitahuan (SPT) dibedakan menjadi 2, antara lain:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk satu masa pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

SPT meliputi:

1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan
2. SPT Masa yang terdiri dari:
a. SPT Masa Pajak Penghasilan
b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan
c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

SPT dapat berbentuk:
1. formulir kertas (handcopy); atau
2. e-SPT yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasie-SPT yang disediakan Direktorat Jendral Pajak.

6. Batas Penyampaian SPT

Menurut Mardiasmo (2011:35), batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah:
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (duapuluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya Masa Pajak.
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak PenghasilanWajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak
Untuk memudahkan dalam menetapkan batas waktu penyampaian SPT berikut disampaikan batas waktu penyampaian SPT sebagai berikut:
1. SPT Masa

7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT

Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian SPT tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya pemberitahuan secara elektronik kepada Direktur
Jendral Pajak (Diana Sari, 2013:203).
Menurut Mardiasmo (2011:35) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana
dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.
Menurut Waluyo (2008:35) pemberitahuan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum waktu penyampaian SPT
Tahunan berakhir dengan dilampiri sebagai berikut:

* Perhitungan sementara pajak terutang dala, 1 (satu) Tahun yang batas waktu penyampaiannya diperpanjangan;
* Laporan Keuangan sementara; dan
* Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.

8. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, maka dikenai sanksi administrasi berupa denda:

* sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
* sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya;
* sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) WP Badan; serta
* sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) WP Orang Pribadi.