Blog

Aneh Ratusan Burung Tiba Di Pasar Depok Solo Dalam Kondisi Mati

SOLOPOS.COM – Karyawan kios burung di Pasar Burung Depok, Banjarsari, Solo, Yohanes, mendata ratusan burung pesanan dari Bali yang tiba dalam kondisi mati, Selasa (22/2/2022) siang. (Solopos/Kurniawan) Solopos.com, SOLO — Nasib apes dialami pedagang burung di Pasar Burung Depok, Banjarsari, Solo, bernama Jefri, Selasa (22/2/2022). Sekitar 400 ekor burung berkicau berbagai jenis yang ia pesan dari Bali tiba dalam kondisi tak bernyawa. Pantauan Solopos.com di kios Los C Nomor 50 pukul 12.15 WIB, pegawai kios bernama Yohanes sibuk menghitung jumlah burung yang mati. Burung-burung tersebut ia tata berjajar di lantai kios untuk memudahkan penghitungan. PromosiDaihatsu Rocky, Mobil Harga Rp200 Jutaan Jadi Cuma Rp99.000 Yohanes lantas mencatat burung-burung yang mati di buku tulis. Sesekali burung-burung itu ia foto menggunakan kamera handphone (HP). Diduga karena shock, Yohanes tak menggubris ketika wartawan berusaha mewawancarainya. Baca Juga:Mulai Buka Lagi, Pengunjung Pasar Depok Solo Tak Sampai 40% Dari data yang ia catat, jumlah burung yang mati sekitar 400 ekor, mulai dari jenis pleci, prenjak, jenggot, dan anis merah. Akibat dari musibah tersebut pedagang burung di Pasar Burung Depok Solo itu diprediksi mengalami kerugian hingga jutaan rupiah. Sebab harga burung yang mati berkisar dari Rp25.000 per ekor hingga Rp350.000 per ekor. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Burung Depok, Suwarjono, saat ditemui wartawan menuturkan matinya burung bukan karena penyakit. “Bukan karena burungnya tidak sehat. Tapi lebih kepada terlambat dalam proses pengiriman. Karena sistemnya terlalu lama di pengiriman, perjalanan. Sehingga mungkin akhirnya kehabisan makanan, dan minuman,” terangnya. Baca Juga:Terapkan Prokes Ketat, Pasar Burung dan Ikan Depok Solo Kembali Dibuka Lur! Mekanisme Pengiriman Disinggung kemungkinan matinya ratusan burung pesanan pedagang Pasar Depok Solo itu karena kondisi cuaca ekstrem, Suwarjono tidak sependapat. Sebab menurutnya para pedagang bisa mengantisipasi kondisi cuaca agar burung yang dikirim sehat sampai tujuan. “Mungkin pengaruh, tapi pedagang bisa mengantisipasi, seperti dikerudung, dan dikasih vitamin. Masih bisa diantisipasi. Untuk wadahnya biasanya pakai yang untuk pengiriman buah, seperti plastik yang dilubangi,” tuturnya. Saat pengemasan burung sebelum dikirim, Suwarjono menjelaskan pengirim pasti akan menyediakan makanan dan minumannya. Cuma ketersediaan makanan dan minuman itu terbatas, sehingga tak boleh sampai terlambat. Baca Juga:Sempat Dibebaskan Sebulan, Retribusi Pasar Tradisional di Solo Kembali Ditarik “Kalau terlalu lama di perjalanan mungkin akan mengering [persediaan air], kehabisan minuman, sehingga membuat kematian burung. Kalau rata-rata burung-burung yang dikirim itu bisa bertahan hingga dua hari,” paparnya. Suwarjono berharap ke depan mekanisme pengiriman burung dipermudah, sehingga musibah matinya ratusan burung bisa dicegah. “Saya kira agar pengiriman burung bisa dipercepat agar tak sampai begini,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *