Blog

Ada Jejak Sangkar Burung Dari Demak 1

Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Johana K. Memasuki Desa Kebonbatur, Kabupaten Demak, langsung terlihat halaman rumah-rumah warga yang dipenuhi berbagai bentuk sangkar burung. Bahkan, hampir di setiap rumah di desa ini nampak aktifitas satu dua penghuninya yang sedang membuat sangkar burung. Baik hanya membuat rangka dasar maupun mengoles vernis pada sangkar burung, sebagai tahap akhir proses pembuatan kandang salah satu jenis unggas ini. Tak hanya warga yang melakoni profesi sebagai perajin sangkar burung, di kampung itu juga ada pengepul sangkar burung. Sebagai tanda, di rumah seorang pengepul, Anda akan mendapati tumpukan sangkar burung dalam jumlah banyak, tertata rapi dan siap dikirimkan. Truk dan mobil bak terbuka pun biasanya terlihat mengelilingi rumah pengepul sangkar burung. Menurut Abdul Rohim, salah satu pekerja di rumah pengepul, hampir setiap warga di Desa Kebonbatur merupakan perajin sangkar burung. Ada sekitar 50 rumah yang memproduksi sangkar burung. Tak heran, pamor Desa Kebonbatur memang sentra penghasil sangkar burung terdengar di mana-mana. Namun, selain Desa Kebonbatur, sejatinya ada dua desa lain yang menjadi sentra sangkar burung. “Dulu, awalnya hanya di Desa Kebonbatur saja, tapi sekarang perajin sudah meluas ke desa lain. Total ada tiga desa di kawasan ini,” kata Abdul. Para perajin sangkar burung di desa ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Kini, kerajinan ini bertahan hingga melewati tiga generasi. Seperti Kundori, salah satu perajin sangkar burung di Desa Kebonbatur, sudah mulai buat sangkar burung sejak muda. “Saya lupa waktunya dengan tepat, tapi dulu orangtua yang melatih saya,” kata Kundori. Dalam memproduksi sangkar burung, mayoritas perajin di Desa Kebonbatur menggunakan limbah kayu jati sebagai bahan baku. Para perajin biasa menyetok limbah kayu jati dengan membelinya di daerah Mranggen, Semarang. “Kayu jati itu bekas kusen-kusen rumah biasanya,” kata Kundori. Untuk menyetok limbah kayu jati, Kundori tidak mengalami kesulitan karena pasokan kayu jati selalu ada. Ia pun bisa menyetok limbah kayu jati dan tetap membuat sangkar burung, meski saat tahun baru pabrik limbah kayu di Mranggen tutup. Kendati produksi sangkar burung berasal dari limbah kayu, sangkar burung buatan perajin di Desa Kebonbatur tetap terjaga kualitas, kerapihan, dan kehalusannya. Meski hanya mengandalkan tangan, semua warga di Desa Kebonbatur memiliki kelebihan untuk merangkai sangkar burung dengan hasil yang halus. Menurut Abdul, sangkar burung buatan warga di Desa Kebonbatur memiliki ketahanan hingga puluhan tahun. “Sangkar burung ini awet, soalnya pakai kayu jati, sehingga bisa awet dalam waktu yang lama,” tutur Abdul. (Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Reporter: Danielisa Putriadita Editor: Johana K.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *