Blog

5 Teori Kepribadian Menurut Para Ahli

Mengapa ada orang yang sangat bersemangat bahkan sampai ambisius meraih sesuatu, tetapi juga ada manusia yang cenderung santai? Mengapa ada manusia yang bersumbu pendek alias mudah marah, sedangkan yang lain lebih tenang?

Mengapa anak terakhir biasanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu cenderung lebih manja? Mengapa orang-orang dengan masa kecil yang tidak menyenangkan biasanya sama-sama mengalami hambatan emosi saat dewasa?

Manusia memiliki persamaan tetapi juga memiliki perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya. Pertanyaan-pertanyaan di atas, berusaha dijawab oleh para ilmuwan terdahulu. Mereka memiliki cara pandang yang beragam dalam menjelaskan kepribadian manusia.

Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu yang cenderung menetap pada perilaku individu. Sifat (trait) adalah faktor penyebab adanya perbedaan antarindividu dalam berperilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, serta stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sedangkan karakteristik (characteristic) adalah kualitas tertentu seperti keadaan fisik dan kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang (Feist & Feist, 2010).

Istilah kepribadian mencakup sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang dan ciri-ciri tertentu yang melekat pada dirinya, seperti keadaan fisik serta kemampuan berpikir. Berbicara tentang teori kepribadian, bukan hanya membahas tipe-tipe kepribadian seperti yang umum kita ketahui. Kepribadian mencakup segala hal yang dapat menjelaskan keunikan maupun persamaan dalam perilaku manusia.

Berikut adalah beberapa teori kepribadian yang diungkapkan oleh para ahli.

Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Teori kepribadian yang pertama, diungkapkan oleh Freud. Feist & Feist (2010) menyebutkan bahwa pemahaman Freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalamannya menangani sejumlah pasien yang mengalami gangguan mental, melakukan analisis terhadap mimpinya sendiri, serta berbagai sumber tertulis yang dibacanya.

Dalam teori psikoanalisis yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, dijelaskan bahwa perilaku manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan yang belum atau tidak disadari. Dengan kata lain, manusia hanya memiliki sedikit kontrol atau kendali atas tindakan-tindakannya di masa kini.

Menurut Freud, perilaku manusia lebih ditentukan oleh apa yang terjadi pada masa lalunya (masa kanak-kanak). Meskipun manusia umumnya meyakini bahwa ia mampu memilih dan mengontrol kehidupannya, Freud menganggap bahwa pemikiran seperti itu hanya ilusi.

Freud membagi kehidupan mental manusia menjadi tiga wilayah yaitu alam tidak sadar (ketidaksadaran), alam bawah sadar, dan kesadaran.

Pengalaman masa kecil yang menyebabkan kecemasan tinggi akan ditekan ke dalam ketidaksadaran, kemudian hal itu akan mempengaruhi perilaku, emosi, dan sikap seseorang di masa mendatang.

Menurut Freud, konflik yang terjadi antara id (bagian kepribadian manusia yang berisi dorongan atau hasrat dasar yang mengikuti prinsip kesenangan, seperti dorongan untuk makan dan seks), ego (bagian dari kepribadian yang berorientasi pada kenyataan atau berinteraksi dengan dunia luar, sehingga berfungsi sebagai pengambil keputusan atas perilaku manusia) dan superego (bagian kepribadian yang berisi prinsip moral dan ideal, misalnya pemahaman terhadap aturan yang berlaku, pentingnya kejujuran, dsb.) akan menghasilkan kecemasan.

Individu yang lebih dikuasai oleh id, menjadi manusia yang hanya mengutamakan kesenangan, bertindak sembarangan tanpa peduli dengan kenyataan dan aturan.

Individu yang lebih dikuasai oleh superego, akan menjadi orang yang sering merasa bersalah dan rendah diri (sering berkonflik dengan diri sendiri karena banyak menekan keinginan). Ia tidak dapat mengendalikan tuntutan antara superego dan id yang saling bertentangan.

Sedangkan individu yang memiliki ego yang kuat (catatan: ego di sini berbeda dengan egois) akan mampu merangkul dorongan dari id dan superego kemudian mampu menyeimbangkan antara prinsip kesenangan dari id dan prinsip moralitas dari superego.

Freud juga mengungkapkan bahwa terdapat suatu dinamika kepribadian yang dapat menjelaskan perilaku manusia. Menurut Freud, perilaku manusia digerakkan oleh keinginan untuk mencari kesenangan dan menurunkan kecemasan.

Perilaku manusia oleh Freud diyakini berasal dari dorongan seksual dan agresi dari masa kecil yang biasanya akan mendapatkan larangan atau hukuman oleh lingkungan, sehingga orang menekan dorongan tersebut (melakukan represi) dan mengalami kecemasan. Tahap-tahap perkembangan manusia yang diungkapkan oleh Freud, dapat dilihat di sini.

Teori Psikologi Individual Alfred Adler
Alfred Adler awalnya berada dalam satu lingkaran diskusi para dokter yang berkumpul untuk mendiskusikan topik psikologi bersama Freud. Akan tetapi, Adler kemudian memiliki perbedaan pandangan dengan Freud. Ia akhirnya membuat teori sendiri yang berlawanan dengan Freud, yang disebut dengan psikologi individual.

Perbedaan mencolok dalam teori kepribadian menurut Adler dengan Freud antara lain adalah:

1. Freud menganggap bahwa perilaku manusia seluruhnya berasal dari dorongan seks dan agresi, sedangkan Adler mengungkapkan bahwa perilaku manusia lebih banyak disebabkan oleh keinginan untuk mencapai superioritas atau keberhasilan.
2. Menurut Freud, manusia hanya memiliki sedikit pilihan atau bahkan tidak memiliki pilihan sama sekali untuk membentuk kepribadiannya, sedangkan Adler mengatakan sebaliknya. Menurutnya, manusia memiliki tanggung jawab besar untuk menentukan siapa dirinya.
3. Freud beranggapan bahwa perilaku manusia pada saat ini ditentukan oleh masa lalunya (masa kecilnya), sedangkan Adler mengatakan bahwa perilaku manusia saat ini dibentuk oleh pandangannya terhadap masa depan (tujuan akhir yang ingin dicapai).
4. Freud sangat menekankan peran ketidaksadaran sebagai penggerak perilaku manusia, sedangkan Adler percaya bahwa manusia yang sehat secara psikologis sadar dengan apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukan sesuatu.

Salah satu penerapan praktis dari teori psikologi individual yang diungkapkan oleh Adler adalah konstelasi keluarga. Adler mengungkapkan hipotesisnya tentang kecenderungan sifat anak berdasarkan urutan kelahirannya di dalam keluarga, jenis kelamin saudara kandung, serta jarak usia antara satu anak dengan lainnya (Feist & Feist, 2010).

Adler berpendapat bahwa kemungkinan besar anak sulung memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta cenderung overprotektif. Ini disebabkan karena anak sulung sempat menjadi anak tunggal selama beberapa waktu, kemudian mengalami penurunan posisi yang traumatis ketika adiknya lahir. Namun anak sulung juga dapat mengembangkan sifat positif yaitu pandai mengatur dan mampu melindungi orang lain.

Sedangkan anak kedua, biasanya lebih mudah menjalin kerjasama dan memiliki minat sosial. Kemudian, jika sikap yang ditunjukkan oleh anak sulung kepadanya adalah permusuhan dan balas dendam yang berlebihan, maka anak kedua akan tumbuh menjadi pribadi yang sangat kompetitif dan mudah berkecil hati.

Pada situasi tersebut, anak kedua kemungkinan juga cenderung bersikap menentang sosok yang dituakan. Sedangkan jika anak sulung bersikap baik kepadanya, maka anak kedua akan tumbuh menjadi pribadi dengan daya saing yang cukup.

Anak bungsu menurut pendapat Adler, biasanya paling dimanja sehingga berisiko menjadi anak yang bermasalah dan kurang mandiri. Meski demikian, anak bungsu biasanya juga memiliki keinginan yang tinggi untuk menjadi yang terbaik, melebihi kemampuan/pencapaian kakak-kakaknya.

Adler juga menyatakan pendapatnya tentang anak tunggal. Menurutnya, anak tunggal cenderung memiliki rasa superioritas yang tinggi, kurang memiliki minat sosial, agak sulit bekerjasama, dan cenderung mengharapkan orang lain memahami dan melindunginya. Di sisi lain, anak tunggal juga dapat mengembangkan sifat ke arah positif yaitu menjadi sosok yang memiliki kematangan sosial.

Teori Psikologi Analitis Carl Jung
Carl Jung memandang manusia sebagai makhluk yang kompleks dengan banyak kutub yang berlawanan. Pandangannya terhadap manusia tidak pesimistis (seperti Freud) tetapi juga tidak optimistis (seperti Adler) (Feist & Feist, 2010).

Perbedaan utama antara pandangan Jung dengan Freud adalah tentang peran seks sebagai penggerak perilaku manusia dan tentang pengaruh masa lalu terhadap manusia di masa sekarang. Jung mengatakan bahwa dorongan perilaku manusia bukan hanya berasal dari seks, tetapi dari energi psychic yang salah satunya adalah seks.

Energi psychic bisa diperoleh dari luar (ekstraversion) dan dari dalam (introversion). Menurut Jung, setiap orang memiliki keduanya, namun hanya satu yang lebih mendominasi kepribadian seseorang.

Orang yang lebih banyak mengumpulkan energi psikisnya dari luar biasanya menunjukkan sikap yang terbuka, senang bersosialisasi, asertif, dan berorientasi kepada orang lain dan relasi sosial. Sedangkan orang yang lebih banyak mengumpulkan energi dari dalam dirinya, biasanya tampak malu, menjauh dari keramaian dan lebih fokus kepada pikiran dan perasaannya sendiri.

Dalam Schultz & Schultz (2017) disebutkan bahwa Jung membagi manusia menjadi delapan tipe psikologis berdasarkan interaksi antara dua sikap (introversi dan ekstraversi) serta fungsi-fungsi yang dijalaninya (thinking, feeling, sensing dan intuiting). Berikut adalah delapan tipe psikologis manusia menurut Jung.

1. Extraverted thinking: Sangat patuh kepada aturan yang berlaku di masyarakat, kaku dalam berpendapat, cenderung menekan perasaan, bersikap dingin.
2. Extraverted feeling: Sangat emosional, mudah bergaul, sensitif.
3. Extraverted sensing: Sangat berorientasi pada kesenangan dan pengalaman-pengalaman baru, mudah beradaptasi dengan perubahan situasi.
4. Extraverted intuiting: Kreatif, pandai menggunakan kesempatan, mampu memotivasi orang lain.
5. Introverted thinking: Lebih fokus pada pikiran daripada perasaan, sangat menjaga privasi, senang berkutat dengan abstraksi dan teori, lebih fokus memahami diri sendiri daripada orang lain.
6. Introverted feeling: Jarang mengekspresikan perasaan ke luar, terlihat misterius, cenderung diam.
7. Introverted sensing: Terlihat pasif, tenang dan terlihat mengambil jarak dengan dunia, peka terhadap estetika dan biasanya mengekspresikan dirinya dalam seni atau musik.
8. Introverted intuiting: Visioner dan suka berkhayal, tidak terlalu memperhatikan hal yang bersifat praktis sehingga agak sulit baginya menghadapi kenyataan, misalnya kesulitan membuat perencanaan.

Jung juga berpendapat bahwa kepribadian manusia tidak hanya ditentukan oleh apa yang terjadi pada masa lalunya, tetapi juga apa yang ia inginkan di masa depan. Perbedaan lain antara pandangan Jung dengan Freud adalah, Jung memberi penekanan yang lebih besar terhadap ketidaksadaran dan menambahkan dimensi baru yang mempengaruhi kepribadian manusia yaitu ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness).

Jung menjelaskan bahwa perilaku manusia didasari dan digerakkan oleh pikiran-pikiran sadarnya, ketidaksadaran personalnya, serta ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran personal dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang ditekan oleh individu. Sedangkan ketidaksadaran kolektif berasal dari masa lalu para leluhur.

Contoh dari ketidaksadaran kolektif adalah rasa sayang seorang ibu kepada anaknya yang baru lahir, walau ia sebelumnya merasa biasa saja kepada anak-anak. Contoh lainnya, seorang pria mungkin juga bingung pada dirinya sendiri mengapa ia menyukai seorang wanita yang menurut kesadarannya bukan tipe idealnya, namun tetap saja ia merasa ada sesuatu yang menariknya.

Selain itu, Jung menyebut sisi kepribadian manusia yang ditunjukkan ke luar dengan istilah persona. Sedangkan kualitas-kualitas diri yang berusaha kita sembunyikan disebut dengan bayangan (shadow).

“Mungkin aku, diriku sendiri, adalah musuh yang harus kucintai.” (Carl Jung)

Jung juga mengatakan bahwa semua manusia memiliki sisi maskulin dan feminin. Sisi feminim seorang pria disebut dengan anima. Anima inilah yang menurut Jung membuat seorang pria bisa merasakan mood atau suasana perasaan yang tidak masuk akal. Sedangkan sisi maskulin seorang wanita disebut animus. Animus bertanggung jawab atas pemikiran dan pendapat tidak logis dari seorang wanita.

Bagi Jung, manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk menentukan hidupnya. Meski manusia bisa menyadari dan mengenali dirinya sendiri (persona maupun bayangannya, anima atau animusnya), manusia akan tetap berada di bawah pengaruh ketidaksadaran kolektifnya.

Akan tetapi, Jung mengatakan bahwa kepribadian manusia itu bisa berkembang. Jika individu akhirnya berhasil melakukan individuasi (mengembangkan diri/mencapai kondisi psikis yang sehat setelah berhasil menyatukan kesadaran dan ketidaksadaran), ia akan dapat hidup seutuhnya.

Teori Identitas Erik Erikson
Erikson menjelaskan bahwa kepribadian manusia dibentuk oleh tahap demi tahap perkembangan yang dilaluinya (tahap perkembangan psikososial manusia).

Erikson menjelaskan bahwa dalam setiap tahap yang dilalui oleh manusia, ia harus melakukan upaya atau menyelesaikan tugas tertentu yang mana proses tersebut membuat manusia mengalami krisis identitas.

Erikson mengatakan bahwa krisis tidak selalu berarti sebuah ancaman atau malapetaka, melainkan suatu titik balik pada kehidupan seseorang yang dapat memperlemah atau memperkuat kepribadian (memunculkan potensi manusia).

Setiap kali manusia berhasil menghadapi krisis yang terjadi dalam tahap kehidupan yang sedang dijalaninya, akan terbentuk kekuatan dasar pada dirinya yang mendukungnya melangkah ke tahap selanjutnya. Berikut adalah kekuatan dasar yang dapat terbentuk di setiap tahap perkembangan manusia:

1. Harapan (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat bayi).
2. Kemauan (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat kanak-kanak awal).
3. Tujuan (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat masa anak usia bermain).
4. Keahlian (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat anak berada di usia sekolah).
5. Kesetiaan (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat remaja).
6. Cinta (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat dewasa muda).
7. Kepedulian (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat dewasa).
8. Kebijaksanaan (kekuatan dasar yang dihasilkan dari konflik saat berusia lanjut).

Teori Motivasi dan Personalitas Gordon Allport
Allport adalah orang pertama yang berusaha memahami manusia dengan metode ilmiah dan menjadikan kepribadian sebagai topik yang dapat diterima secara akademik. Beberapa pemikiran Allport yang berbeda dengan pandangan Freud adalah:

1. Allport menolak pernyataan Freud yang menjelaskan bahwa ketidaksadaran mendominasi kepribadian orang dewasa yang normal. Ia mengatakan bahwa orang yang sehat secara emosi, mampu berfungsi secara rasional dan sadar, serta mampu mengendalikan berbagai dorongan yang menggerakkan mereka.
2. Allport mengatakan bahwa manusia bukanlah tawanan yang terpenjara oleh masa lalu dan konflik-konflik yang kita alami saat masih kecil. Perilaku manusia menurut Allport lebih ditentukan oleh masa kininya dan pandangannya terhadap masa depan.
3. Allport menentang pengumpulan data penelitian dari orang yang berkepribadian abnormal. Allport meyakini bahwa cara paling tepat untuk mempelajari kepribadian adalah dengan mengumpulkan data dari orang dewasa yang sehat secara emosi, bukan dari orang yang mengalami neurotik, bukan dari anak-anak, dan bukan dari binatang.

Hal lain yang membuat teori Allport berbeda dengan teori-teori sebelumnya adalah, ia menekankan pada keunikan kepribadian setiap individu yang dapat ditemukan pada kekhasan sifat mereka. Menurutnya, kepribadian itu tidak berlaku universal, melainkan bersifat khusus dan spesifik pada individu.

Allport mengartikan kepribadian sebagai organisasi yang dinamis di dalam individu terhadap sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan pemikirannya.

Organisasi yang dinamis, maksudnya adalah kepribadian secara terus menerus berubah dan berkembang secara teratur, bukan acak. Sedangkan psikofisik, artinya kepribadian itu dibentuk oleh fungsi pikiran dan badan dalam satu kesatuan. Kepribadian bukan hanya ditentukan oleh mental saja atau biologis saja.

Menurut Allport hereditas (faktor keturunan) memberikan materi mentah bagi pembentukan kepribadian seperti kondisi fisik, kecerdasan dan temperamen, yang kemudian dibentuk, diperluas atau dipersempit oleh keadaan lingkungan kita. Dengan kata lain, kepribadian adalah hasil dari faktor genetik yang kita bawa secara alamiah yang kemudian dibentuk oleh lingkungan.

Allport juga membagi kepribadian menjadi dua yaitu kepribadian kanak-kanak dan kepribadian dewasa. Kepribadian manusia tidak hanya unik atau berbeda antara satu orang dengan lainnya, tetapi juga berbeda antara dirinya yang dulu (saat kecil) dan sekarang (saat dewasa). Kepribadian seseorang saat dewasa, menurut Allport tidak terikat oleh pengalaman masa kecilnya.

Allport menekankan pengaruh situasi pada masa kini terhadap kepribadian dan motivasi seseorang. Bagi Allport, masa kini seseorang lebih penting daripada masa lalunya. Apapun yang terjadi di masa lalu artinya sudah berlalu, sudah tidak aktif, sehingga tidak dapat menjelaskan perilaku manusia meskipun masa lalu dapat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Allport juga mengungkapkan bahwa proses kognitif yaitu kesadaran kita akan tujuan dan keinginan mencapai sesuatu adalah aspek penting dalam kepribadian. Menurut Allport, apa yang kita inginkan dan apa yang kita kejar/upayakan adalah kunci untuk memahami perilaku kita, bukan masa lalu dan ketidaksadaran sebagaimana yang diungkapkan oleh Freud.

Menurut Allport, tujuan utama hidup manusia bukan untuk mengurangi kecemasan atau ketegangan seperti yang diungkapkan oleh Freud, melainkan untuk meningkatkan ketegangan. Ketegangan akan mendorong manusia mencari sensasi dan tantangan baru (Schultz & Schultz, 2017).

Ketika manusia berhasil melampaui satu tantangan, ia akan termotivasi untuk mencari tantangan yang lain lagi. Kita secara berkelanjutan membutuhkan suatu tujuan yang baru untuk memotivasi diri dan untuk menjaga level ketegangan di dalam kepribadian. Kesenangan akan kita peroleh bukan saat sudah mencapai tujuan itu, melainkan saat sedang berada dalam proses mencapainya.