Blog

Perbedaan Mendasar Antara Sunnah Dan Hadis

Harakah.id – Belakangan kita akrab dengan istilah sunnah dan hadis, tanpa jelas membedakan keduanya. Sunnah secara bahasa bermakna tradisi, sedangkan hadis bermakna pembicaraan.
Belakangan ini, kita mungkin akrab dengan istilah Sunnah. Di mana-mana orang ngomongin sunnah. Di televisi, di pengajian, di video-video youtube dan seluruh platform tempat pengajian-pengajian virtual diselenggarakan. Lalu pertanyaannya, apa sih Sunnah itu? Lalu apa bedanya denga Hadis? Apakah keduanya punya fungsi yang sama dalam Islam? Kali ini kita akan membicarakan hal tersebut…

Pertama, Sunnah secara bahasa bermakna tradisi, sedangkan hadis bermakna pembicaraan. Dalam ilmu istilah-istilah Hadis, biasanya para ulama menggunakan term “Sunnah” untuk membahasakan suatu kebiasaan yang mewujud tradisi, yang dilakukan oleh banyak orang, baik Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat. Sedangkan Hadis memiliki ruang definisi yang lebih spesifik. Ia adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, prilaku, sebuah takrir dan lain sebagainya.

Dan memang, dalam Hadis-Hadis Nabi sendiri, kata sunnah berikut derivasinya, digunakan dan dimaksudkan untuk makna “tradisi” dan “kebiasaan.” Semisal hadis: “Man sanna fil Islam sunnatan hasanatan, falahu ajruha wa ajru man ‘amila biha. Wa man sanna sunnatan sayyi’atan, falahu wizruha wa wizru man ‘amila biha”. (barang siapa yang mewariskan kebiasaan/tradisi baik, maka dia akan mendapatkan pahala dan pahala orang lain yang mengerjakan. Sebaliknya, siapa yang mewariskan tradisi yang jelek, lalu itu diikuti dan dikerjakan orang lain, maka dia juga akan mendapat dosanya)

Dalam sejarah pun, kata sunnah beredar mengikuti perubahan dan perkembangan. Ya Nabi Muhammad SAW punya sunnahnya sendiri. Tapi yang patut diingat, al-khulafaur rasyidun juga memiliki sunnahnya masing-masing. Maka muncul istilah-istilah seperti Sunnah Abu Bakar, Sunnah Umar, Sunnah Usman dan Sunnah Ali. Ini menunjukkan bahwa kata sunnah ternyata tidak hanya terpaku pada apa yang dilakukan oleh Nabi, beda dengan hadis.

Nah, kalau hari ini ada seseorang yang mengomentari kalau “ini tidak nyunnah”, “itu tidak nyunnah”, kalau tidak berjenggot, tidak nyunnah; kalau isbal tidak nyunnah dan lain sebagainya, maka istilah yang dipakai salah jika yang ingin dimaksud adalah “tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi”. Harusnya dia pakai istilah Hadis. “wah anda tidak berjenggot, anda tidak ngehadis” dan seterusnya…

Kalaupun pemaknaan Sunnah kita tarik hari ini, maka sebenarnya Islam sangat welcome untuk dikolaborasi dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Indonesia yang notabene berbeda dengan Arab. Misal: di Indonesia orang gak biasa pake jubah atau gamis tiap hari. Yang biasa mereka pake ya sarung. Maka shalat menggunakan sarung ya sunnahnya orang Indonesia, meskipun tidak sama dengan Nabi Muhammad SAW.

Tapi yang harus diingat, sunnah yang kita bicarakan ini sangat berbeda dengan terminologi sunnah yang tersebar dalam nomenklatur fiqih dan masalah ibadah.

> Baca Juga: Tradisional, Irrasional dan Ketimuran! Citra Etnografis Kaum Santri dan Antropologi Sarung Dalam Teropong Pandang Barat