Blog

Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli Menurut Crow Crow

Berita mengenai peluncuran perdana Psikologi Indonesia: /blog/makalah-3/post/psikologi-indonesia-edisi-perdana-42# Pendaftaran di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: /issn.cgi?daftar& &1&& (E-ISSN: ) Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (PP HIMPSI) secara rutin menerbitkan Psikologi Indonesia yang bertujuan untuk mempopulerkan hasil riset psikologi yang dilakukan oleh ilmuwan psikologi Indonesia, memberikan wawasan ilmiah atas isu-isu psikologi terkini di Indonesia, mempopulerkan pemikiran tokoh-tokoh psikologi Indonesia yang telah memberikan sumbangsih dalam memperkuat pondasi keilmuan dan praktik psikologi di tanah air, serta mensosialisasikan kredibilitas Program Studi yang menyelenggarakan pendidikan psikologi di Indonesia. Media ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi, informasi dan promosi bagi komunitas psikologi di Indonesia. Psikologi Indonesia terbit dengan format buletin yang memiliki 11 (sebelas) rubrik yang akan dibagikan secara gratis kepada 12.000 anggota HIMPSI. Rubrik-rubrik tersebut adalah Editorial, Artikel Ilmiah Populer, Etika, Berita, Surat Pembaca, Isu Psikologi Terkini, Advertorial Program Studi, Ulasan Tokoh, Resensi Buku, Kegiatan & Refleksi Asosiasi/Ikatan Minat, dan Iklan. Dengan penampilan yang eksklusif dan rubrik yang menarik, serta pendistribusian yang tepat, maka Psikologi Indonesia ini sangat cocok sebagai media diseminasi kepada komunitas psikologi di Indonesia. Ada sebuah pertanyaan besar sehubungan dengan siapa yang sebenarnya membaca manuskrip jurnal ilmiah dan seberapa besar dampaknya pada masyarakat. Meho (2007) menyebutkan bahwa separuh dari artikel yang pernah terbit di jurnal bereputasi tidak pernah dibaca oleh siapapun kecuali oleh penulisnya sendiri, mitra bestari, dan editor. Lattier (2016) menyajikan data bahwa hanya 18 persen artikel yang ada dalam ilmu humaniora yang pernah dikutip oleh peneliti lain, bahkan hanya 20 persen dari artikel yang pernah dikutip tersebut yang benar-benar dibaca. Angka ini cukup mengejutkan karena tidak hanya mayoritas artikel yang pernah terbit hanya tertumpuk sia-sia dalam database pengindeks jurnal, namun bahkan si pengutip artikel pun abai dalam membaca keseluruhan artikel yang dikutipnya. Sikap skeptis atas keterbacaan jurnal ini juga diamini oleh Profesor Emeritus dari Universitas Missouri, Arthur Jago (2018), yang menyatakan bahwa problem rendahnya keterbacaaan artikel ilmiah ini juga dikarenakan ruang lingkup pembaca yang terbatas pada jurnal-jurnal ilmiah. Baik Lattier maupun Jago mengacu pada penelitian Simkin dan Roychowdhury (2002) yang membuktikan persentase 20 persen tersebut dengan metode yang didasari oleh stochastic modelling. Ironi atas ketidakterbacaan artikel-artikel dalam jurnal ilmiah ini juga sempat diangkat pada harian The Straits Times oleh Biswas dan Kircher (2015) dengan tajuk yang sarkas “Prof, no one is reading you.” Problem keterbacaan artikel yang rendah tersebut masih ditambah lagi dengan bahasa akademik yang digunakan yang cenderung sulit dipahami (Ball, 2017). Plaven-Sigray dkk (2017) menganalisis lebih dari 700.000 abstrak dari 123 jurnal dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat penurunan keterbacaan dari masa ke masa dikarenakan penulis yang lebih senang menggunakan jargon-jargon ilmiah dengan kompleksitasnya yang hanya dipahami kalangannya saja. Hal ini tentunya memprihatinkan dikarenakan proses publikasi satu manuskrip dalam jurnal bereputasi membutuhkan usaha yang besar melalui penelitian yang ketat dan tidak jarang diselesaikan dalam periode waktu yang panjang. Perdebatan dan kebaruan ilmu yang topiknya berkutat dengan hajat hidup orang banyak justru seringkali hanya dapat dikonsumsi terbatas pada lingkup akademik yang memahaminya saja. Ada harapan besar bahwa penelitian dan perkembangan keilmuan yang terbaru seharusnya dapat dikonsumsi secara lebih luas dengan menggunakan bahasa yang lebih renyah, sehingga memberikan dampak yang nyata pada peneliti riset tindakan dan praktisi yang menjadi agen perubahan di dalam masyarakat. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa ada pola pikir yang mesti berubah terkait penyebaran ilmu pengetahuan. Dampak besar ilmu pengetahuan bukanlah sekedar ketika ia dapat dimuat di jurnal terindeks bereputasi, namun ketika hasil pengetahuan tersebut dapat menjangkau agen-agen perubahan dan dinikmati masyarakat secara langsung. Biswas dan Kircher (2015) menyarankan bahwa para ilmuwan seharusnya mempertimbangkan menulis artikel populer agar hasil penelitiannya berdampak luas. Tulisan populer yang bersumber dari penelitian ilmiah diharapkan dapat menjangkau pembaca yang lebih luas sehingga pada akhirnya berimplikasi pada praktisi dalam bertindak dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan terkait orang-orang dalam komunitasnya. Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) memiliki anggota lebih dari 12.000 orang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Latar belakang profesi anggota HIMPSI juga beraneka ragam mulai dari akademisi, peneliti riset tindakan, guru, terapis dan sebagainya. Keanekaragaman profesi dan persebaran anggota ini membuat PP HIMPSI melihat pentingnya melahirkan sebuah media populer yang terbit secara berkala yang dapat dijadikan sarana pertukaran informasi dan komunikasi terkait perkembangan ilmu beserta dinamikanya pada semua komunitas psikologi di Tanah Air. Informasi keilmuan yang dapat dibaca oleh semua komunitas psikologi yang majemuk ini diharapkan dapat berdampak langsung dimana setiap anggota yang berlatar belakang keilmuan psikologi dapat menjadi agen-agen perubahan dalam lingkungan masyarakatnya dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Atas hal tersebut diatas pengurus pusat HIMPSI menginisiasi lahirnya buletin “Psikologi Indonesia”.