Blog

Pengertian Pendidikan Karakter Dan Aspeknya Menurut Para Ahli

Pengertian Pendidikan Karakter dan Aspeknya Menurut Para Ahli – Banyak kita jumpai bahwasannya setiap institusi pendidikan dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi selalu menekankan adanya pendidikan karakter di dalam ruang kelas. Tidak hanya di ruang kelas terkadang murid langsung mencoba mengimplementasikan langsung ilmu-ilmu dalam pendidikan karakter.Tentu saja topik pendidikan karakter ini adalah pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat bertindak sesuai norma-norma yang baik. Rangkuman kali ini universitaspsikologi.com akan mengupas seputar pendidikan karakter yang ada, mulai dari pengenalan pendidikan karakter secara umum, hingga seluk beluk isi yang ada dalam pendidikan karakter tersebut, mari kita simak.

Pendidikan Karakter (Character Studies)> Baca juga: Kecerdasan Emotional Adalah Hal Penting di Era Saat Ini
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku The Return of Character Education kemudian disusul bukunya Educating for Character: How Our School can Teach Respect and Responsibility. Melalui buku tersebut ia menyadarkan dunia barat terhadap pentingnya pendidikan karakter.

Muslich (2011) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Gaffar (dalam Kesuma dkk, 2012) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Terdapat tiga ide pikiran penting dalam definisi tersebut, yaitu pertama proses transformasi nilai-nilai, kedua ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan ketiga menjadi satu dalam perilaku.

Pendidikan karakter menurut Hamid dan Saebani (2013) adalah pendidikan budi pekerti yang menyentuh ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan karakter menjamah unsur mendalam dari pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter menyatukan tiga unsur tersebut. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara yang baik dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Samani dan Hariyanto (2014) juga mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Pendidikan karakter menurut Abidin (2012) dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

Menurut Kaimuddin (2014) pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki watak berkepribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstruktif pada alam dan masyarakat. Lickona (dalam Samani, 2014) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa. Subiantoro (2015) menambahkan pendidikan karakter adalah proses mendidik nilai, budi pekerti, moral dan akhlak yang baik kepada seorang individu agar individu tersebut dapat menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter mulia.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pendidikan karakter adalah sistem pendidikan yang mendorong anak didik menanamkan nilai-nilai karakter melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, tindakan, kesadaran atau kemauan, merupakan upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik dalam memahami nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan ketuhanan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan berdasarkan norma agama, hukum, tata karma, dan adat istiadat.

Aspek-aspek Pendidikan Karakter
Hamid dan Saebani (2013) mengatakan bahwa secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara yang baik dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Aspek-aspek pendidikan karakter terdiri dari sembilan pilar yang saling terkait, yaitu:
1. Tanggung jawab (responsibility), artinya menghadapi resiko dari perbuatan yang sudah dilakukan;
2. Rasa hormat (respect), artinya bersikap sopan, etis, dan menghargai orang lain secara proporsional;
3. Keadilan (fairness), artinya meletakkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya, hidup tertib dan disiplin, tidak berpihak karena kepentingan yang menguntungkan diri sendiri, dan menaati hukum tanpa pamrih dan penuh kesadaran dan keikhlasan;
4. Keberanian (courage), artinya berani menegakkan kebenaran atas nama kebenaran;
5. Kejujuran (honesty), artinya menjauhkan diri dari sikap penuh dusta;
6. Kewarganegaraan (citizenship), artinya mengerti dan menjalankan kehidupan sosial-kemasyarakatan sebagai warga negara yang baik dan taat hukum;
7. Disiplin diri (self-discipline), artinya menjalani kehidupan dengan teratur dan terencana dan tidak bersikap sembrono, serta berhati-hati;
8. Peduli (caring), artinya berempati kepada nasib orang lain dan jika memiliki kemampuan ikut meringankan bebannya;
9. Ketekunan (perseverance), artinya memerhatikan dan mengambil pelajaran dari sisi positif dari semua pengalaman hidup, meningkatkan pemahaman kognitif terhadap semua pelajaran yang diperoleh dari bangku sekolah dan lingkungan masyarakat.

Tujuan Pendidikan Karakter
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernapas nilai luhur bangsa serta agama.

Berdasarkan penjelasan tersebut Hamid dan Saebani (2013) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter bertujuan : 1) membentuk siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertanggung jawab; 2) mengembangkan sikap mental yang terpuji; 3) membina kepekaan sosial anak didik; 4) membangun mental optimis dalam menjalani kehidupan dengan penuh tantangan; 5) membentuk kecerdasan emosional; 6) membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.

Tujuan pendidikan karakter yang berkaitan dengan pembentukan mental dan sikap anak didik dikelola dengan menanmkan nilai-nilai religius dan nilai tradisional yang positif. Nilai itu perlu ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu dipilih sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya.

Kesuma dkk (2012) mengungkapkan tujuan pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Ia menguraikan tujuan pendidikan karakter sebagai berikut:

* Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
* Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
* Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
* Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah

Terwujudnya pembinaan karakter di sekolah secara umum, menurut Hamid dan Saebani (2013) perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sekolah atau lembaga pendidikan adalah sebuah organisasi yang seharusnya selalu mengusahakan dan mengembangkan perilaku organisasinya agar menjadi organisasi yang dapat membentuk perilaku para siswa agar menjadi orang-orang yang sukses, tidak hanya mutu akademiknya, tetapi sekaligus mutu nonakademiknya.
2. Sekolah sebaiknya merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah yang secara tegas menyebutkan keinginan terwujudnya karakter mulia di sekolah.
3. Pengembangan akhlak mulia di sekolah akan berhasil jika ditunjang kesadaran yang tinggi dari seluruh civitas sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk mewujudkannya.
4. Mengembangkan karakter mulia di sekolah juga diperlukan program-program sekolah yang secara tegas dan terperinci mendukung terwujudnya karakter akhlak mulia tersebut. Program-program ini dirancang dalam rangka pengembangan atau pembiasaan siswa sehari-hari, baik dalam pengamalan ajaran-ajaran agama maupun nilai-nilai moral dan etika universal dan dituangkan dalam peraturan sekolah.
5. Membangun karakter mulia tidak cukup hanya dengan melalui mata pelajaran tertentu, seperti pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, tetapi juga melalui semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah yang ditempuh dengan cara mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap pembeajaran semua bidang studi (mata pelajaran) di sekolah. Begitu juga, membangun karakter mulia harus menjadi tanggungjawab semua guru, utamanya guru agama, guru PPKN atau guru bimbingan konseling.
6. Terwujudnya karakter mulia di sekolah juga membutuhkan dukungan sarana prasarana sekolah yang memadai. Oleh karena itu, sekolah sebaiknya menyediakan fasilitas yang cukup demi kelancaran pengembangan karakter yang mulia ini.
7. Pembinaan karakter siswa di sekolah meskipun bisa terjadi dengan sendirinya, jika disertai kesadaran yang tinggi dari semua komponen sekolah, lebih efektif jika pengembangan karakter di sekolah ini ditangani oleh tim khusus yang dibentuk sekolah yang bertanggungjawab penuh dalam pembinaan karakter ini. Tim inilah yang merancang program-program pembinaan karakter, kemudian melaksanakannya hingga melakukan evaluasi programnya hingga terlihat hasil yang diharapkan.
8. Sekolah berbasis pendidikan agama, model yang seharusnya dikembangkan untuk pengembangan karakter adalah: (1) pendidikan agama hendaknya menjadi basis utama dalam pengembangan karakter bagi siswa di sekolah. Ajaran dasar agama mulai dari keimanan (akidah), ritual (ibadah dan muamalah), serta moral (akhlak) harus benar-benar ditanamkan dengan baik dan benar kepada siswa agar tidak ada lagi sikap dan perilaku siswa yang meyimpang dari ketentuan agamanya; (2) sebenarnya karakter atau akhlak sebagai hasil dari proses seseorang melaksanakan ajaran agamanya. Karena itu, harusnya karakter akan terbentuk dengan sendirinya, jika seseorang telah menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Jadi, pendidikan agaman harus benar-benar diajarkan secara efektif kepada siswa, tidak terbatas pada nilai kognitif, tetapi juga menyentuh sikap dan perilaku agama; (3) hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pembinaan karakter yang efektif di sekolah adalah visi, misi, dan tujuan sekolah, kebersamaan, ada program-program yang jelas dan terperinci, pelibatan semua mata pelajaran dan semua guru, ada dukungan sarana prasarana, dan perlu tim khusus.

Beberapa Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Pendidikan Karakter
Menurut Sani dan Kadri (2016) terdapat kesalahan yang sering dilakukan oleh pendidik baik orang tua maupun guru dalam mendidik anak. Beberapa hal tersebut yang harus dihindari adalah sebagai berikut:
1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan
2. Perbedaan pendapat kedua orang tua dalam mendidik anak
3. Membiarkan anak menjadi korban media
4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu
5. Menampakkan kelemahan dalam mendidik anak
6. Berlebihan dalam memberi hukuman
7. Berusaha mengekang anak secara berlebihan
8. Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya

Sekian artikel Universitas Psikologi tentangPengertian Pendidikan Karakter dan Aspeknya Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
* Abidin, Yunus. 2012. Model Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Beroreintasi Pendidikan Karakter. Jurnal. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
* Hamid, Hamdani & Saebani, B. Ahmad. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : Pustaka Setia
* Kaimuddin. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013. Jurnal vol 14 no 1
* Kartono, Kartini. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
* Kesuma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter kajian teori dan praktik di sekolah. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset
* Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara
* Saefullah, U. 2012. Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia
* Samani, Muchlas & Hariyanto. 2014. Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset
* Sani, R. Abdullah & Kadri, Muhammad. 2016. Pendidikan Karakter Mengembaangkan Karakter Anak yang Islami. Jakarta : Bumi Aksara