Blog

Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut Para Ahli

Apa pengertian motivasi berprestasi menurut para ahli? Apa saja dimensi motivasi berprestasi? Lalu, apa saja ciri-cirinya? Kali ini kita bahas semuanya.

Apa yang kamu bayangkan kalo mendengar istilah motivasi?

Kadang kalo mendengar istilah motivasi, yang terlintas di pikiran adalah nasihat atau kalimat yang memberi semangat.

Sebenernya tanpa perlu motivasi dari luar, kita semua udah punya motivasi lo.

Malah, McClelland menyebut bahwa manusia selalu dimotivasi oleh satu dari tiga kebutuhan; yang pertama adalah need for achievement, kedua need for affiliation, dan yang terakhir itu namanya need for power. Tiap manusia punya tiga need ini, tapi hanya satu need yang paling memotivasi.

Misalnya kamu mungkin lebih milih jadi juara kelas ketimbang pacaran. Artinya, need for achievement kamu lebih tinggi dibanding need for affiliation.

Nah, kita sebelumnya udah bahas sedikit tentang afiliasi atau need for affiliation. Kamu bisa baca di sini yesh. Untuk kali ini saya mau bahas tentang bagian achievement-nya.

Daftar Isi (Klik untuk Membaca)

Lewin (1999) meyakini bahwa motivasi adalah prototipe dari semua tindakan.

Menurut Lewin, tindakan yang diniatkan itu punya tiga tahap. Tahapan pertama adalah proses motivasi, yaitu munculnya dorongan dari dalam diri untuk bertindak; kedua adalah tindakan untuk memilih mau meneruskan motivasi ini atau tidak. Terus yang terakhir, adalah fokus penuh akan tindakan yang termotivasi itu.

Di artikel ini kita udah bahas tentang motivasi secara umum yes. Kurang lebih, motivasi memiliki pengertian berupa dorongan untuk melakukan suatu tindakan, yang bisa datang dari dalam diri maupun dari eksternal.

Lalu, seperti apa definisi motivasi berprestasi menurut para ahli?

Eccles dkk (1983) mendeskripsikan motivasi berprestasi sebagai gabungan dari harapan seseorang untuk sukses, nilai subjektif dari suatu tugas, dan upaya yang harus dibayar untuk tugas tersebut.

Maksud Eccles dkk itu seperti ini. Motivasi berprestasi seseorang akan tumbuh ketika dia bisa menjawab tiga pertanyaan: 1 ) Apakah dia bisa sukses mengerjakan tugas tersebut? 2) Lalu, seberapa pentingnya tugas itu untuk dikerjakan? 3) Apabila saya mengerjakan tugas itu, seberapa besar waktu dan usaha yang harus saya berikan supaya tugas itu selesai?

Jadi menurut Eccles, motivasi berprestasi muncul dari persepsi seseorang tentang harapannya untuk sukses, makna rintangan di depan mata, dan apa yang harus dia korbankan untuk mencapainya.

Sementara, Entwistle (1998) mendeskripsikan motivasi berprestasi sebagai:

* Sikap kompetitif, dengan kemungkinan egois dan mementingkan diri sendiri
* Mengelola waktu dengan baik dan belajar yang terorganisir
* Memperlakukan tugas sebagai tantangan pribadi yang harus ditaklukkan

Tiga perilaku ini bisa dijadikan landasan dari ciri-ciri perilaku motivasi berprestasi.

Menurut Murray (1938) (dalam Weinberg dan Gould, 2003) motivasi berprestasi adalah upaya seseorang untuk bisa menyelesaikan tugas, mencapai kemahiran, melewati rintangan, bekerja lebih baik daripada yang lain, dan memiliki kebanggaan dalam mengembangkan bakat yang dimiliki.

Menurut Cox (1985), motivasi berprestasi adalah keinginan yang fundamental dari dalam diri yang mendorong seseorang untuk mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk mencapai tujuan.

Menurut Santrock (2003), motivasi berprestasi adalah sebuah keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas, memenuhi standar kesuksesan, dan berusaha untuk mencapai sukses.

Menurut Chaplin (2005), motivasi berprestasi dapat dilihat dari: (1) keinginan untuk berusaha meraih sukses atau untuk mencapai hasil yang sulit diraih (2) melibatkan ego dalam sebuah tugas (3) ekspektasi untuk sukses dalam mengerjakan tugas diekspresikan melalui reaksi.

1.7 Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland, Atkinson, Clark, dan Lowell
McClelland, Atkinson, Clark dan Lowell mendefenisikan motivasi sebagai: ..the redintegration by a clue of a chance in an affective situation.

Apa makna redintegrasi di sini?

Dalam definisi motivasi berprestasi, redintegration berarti membulatkan kembali proses psikologis dalam kesadaran sebagai akibat rangsangan peristiwa di lingkungannya.

Menurut McClelland dkk (1987) motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang untuk sukses dalam bersaing, di mana persaingan ini diukur dari kemampuan.

Motivasi berprestasi erat kaitannya dengan performa yang dievaluasi. Di mana standar kinerja yang baik adalah yang terpenting (McClelland, Atkinson, Clark, & Lowell, 1953, 76-77).

Maksudnya, motivasi berprestasi lebih banyak terlihat pada bidang yang punya standar performa yang jelas. Misalnya di sekolah, standar performanya adalah nilai dan ranking. Kalau olahraga, standar performanya bisa jumlah gol, kecepatan lari, atau medali. Standarnya bisa berupa pencapaian yang pernah ia raih atau melihat pencapaian orang lain (Robbins, 2001).

Robbins & Judge (2007) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keinginan individu untuk secara maksimal menggunakan seluruh kemampuannya untuk menjadi lebih baik daripada orang lain, hingga orang itu meraih kesuksesan.

Berarti, motivasi berprestasi atau motivasi untuk berprestasi adalah motivasi yang tujuannya adalah meraih prestasi.

Apa saja aspek-aspek di dalam motivasi berprestasi? Beberapa ahli membagi motivasi berprestasi menjadi beberapa dimensi. Dimensi tersebut berbeda-beda tergantung ahlinya.

Dalam Achievement Motivation Inventory, ada 17 dimensi yang terkait dengan motivasi berprestasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

1. Upaya Kompensasi

Upaya Kompensasi adalah kesediaan seseorang untuk berupaya ekstra dalam menghindari kegagalan tugas kerja. Ini dilakukan meskipun beresiko menghasilkan persiapan yang berlebihan.

Apabila seseorang memiliki upaya kompensasi yang tinggi, dia cenderung bekerja lebih keras supaya tidak gagal. Untuk konteks siswa, dia akan belajar keras hingga kurang tidur. Kalau konteksnya atlit, dia akan berlatih hingga nyaris cedera.

2. Daya Saing

Daya saing maksudnya adalah sikap ingin berkompetisi dengan orang lain. Keinginan untuk menang dan menjadi lebih baik dan lebih cepat dari yang lain. Orang yang mendapat nilai tinggi pada dimensi ini suka bersaing dengan orang lain dan membandingkan pencapaian mereka dengan orang lain. Kemenangan memotivasi orang-orang ini untuk mengeluarkan lebih banyak usaha.

3. Keyakinan untuk Sukses

Dimensi berikutnya dalam motivasi berprestasi adalah rasa yakin dalam mencapai sukses. Orang dengan keyakinan sukses akan merasa bisa mencapai keberhasilan, meskipun ada rintangan yang harus diatasi.

Orang-orang dengan motivasi berprestasi tinggi akan tetap percaya diri mencapai tujuan bahkan ketika menghadapi tugas-tugas baru dan menantang. Keyakinan mereka berasal dari keyakinan pada pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mereka sebagai lawan dari kepercayaan pada keberuntungan atau nasib.

4. Dominasi

Keinginan untuk menguasai dan memiliki kendali atas orang lain.

Orang dengan skor tinggi pada dimensi ini cenderung mengambil inisiatif dan mengendalikan aktivitas.

Ini biasanya terjadi dalam kelas atau kelompok atlet beregu. Dalam kelas, misalnya, seorang dengan motivasi berprestasi tinggi mungkin akan mengambil kendali dalam situasi belajar kelompok. Atau dalam tim olahraga, seorang atlet yang motivasi berprestasinya tinggi akan mengambil kendali tim dan memberi saran terkait latihan dan pola makan.

Mereka kemungkinan akan memainkan peran dominan dalam mempengaruhi hasil tim dan mengambil peran kepemimpinan.

5. Keinginan untuk Belajar

Dimensi motivasi berprestasi yang satu ini berarti mau menghabiskan banyak waktu untuk memperluas ilmunya. Orang yang mendapat nilai tinggi pada dimensi ini haus akan pengetahuan dan akan berusaha keras untuk mempelajari hal-hal baru.

6. Keterlibatan/Engagement

Keinginan untuk terus menerus melakukan sesuatu yang terkait dengan target yang dia kejar.

Orang dengan engagement tinggi akan mementingkan tujuan yang ia kejar dan kurang nyaman ketika melakukan sesuatu yang tidak ada hubungan dengan tujuannya itu.

(Seorang siswa dengan engagement yang tinggi terhadap matematika akan memfollow akun instagram terkait pelajaran matematika, rutin menonton video youtube bertemakan matematika, dan mendengarkan podcast matematika di saat senggang. Dia juga rajin membaca buku-buku matematika meskipun tidak terkait langsung dengan materi di sekolah.)

Secara ekstrim, orang yang tinggi pada dimensi ini mungkin “gila kerja”, hingga mengabaikan aspek kehidupan pribadi mereka.

7. Keberanian

Dimensi keberanian dalam motivasi berprestasi berarti tidak takut gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas yang rumit.

Orang dengan keberanian tinggi berarti ini tidak gugup tampil di depan umum atau di bawah deadline yang ketat.

Mereka tidak takut dihakimi oleh orang lain dan tidak menjadi terlalu cemas ketika menghadapi tugas-tugas penting.

8. Fleksibilitas

Berarti bersedia menerima perubahan dan menikmati tugas-tugas baru yang menantang. Orang dengan fleksibilitas tinggi berarti berpikiran terbuka dan tertarik pada banyak hal.

Selain itu, orang dengan fleksibilitas tinggi akan cepat beradaptasi dengan situasi kerja baru.

9. Flow

Flow berarti mampu berkonsentrasi pada pekerjaan yang dia tekuni dalam waktu yang lama, tanpa terganggu oleh apapun. Orang-orang yang merasakan flow akan lupa waktu dan segala-galanya.

10. Penetapan Tujuan/goal setting

Kecenderungan untuk menetapkan tujuan dan membuat rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan tersebut. Orang yang mendapat skor tinggi pada dimensi ini berorientasi pada masa depan dan memiliki standar tinggi untuk apa yang ingin mereka capai.

11. Kemandirian

Kecenderungan untuk bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Orang-orang yang mendapat nilai tinggi pada dimensi ini akan membuat keputusan sendiri dan memilih bekerja dengan ritme mereka sendiri.

12. Internalitas

Internalitas berarti keyakinan bahwa keberhasilan seseorang disebabkan oleh penyebab internal daripada variabel situasional. Orang dengan skor tinggi pada dimensi ini cenderung menghubungkan konsekuensi perilaku mereka dengan penyebab internal. Mereka percaya bahwa hasil adalah akibat langsung dari tindakan dan usaha sendiri.

Ini sangat terkait dengan lokus kendali internal. Lokus kendali atau locus of control punya definisi yang serupa. Locus of control bisa dibaca di sini.

13. Kegigihan

Kesediaan untuk mengerahkan upaya dalam jumlah besar dalam waktu yang lama untuk mencapai suatu tujuan. Orang dengan kegigihan tinggi dapat berkonsentrasi penuh pada tugas tanpa terganggu. Individu-individu ini dapat digambarkan sebagai ulet dalam berjuang untuk menyelesaikan tugas.

14. Kecenderungan untuk Memilih Tugas yang Sulit

Dimensi ini berarti kecenderungan untuk memilih tugas yang menantang daripada yang mudah. Setelah berhasil, akan muncul keinginan mencari tantangan yang lebih tinggi lagi.

15. Adanya Rasa Bangga dalam Upaya Meraih Keberhasilan

Orang dengan motivasi berprestasi tinggi merasakan kenikmatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam mencapai tujuan, proses berusaha dan belajar adalah suatu hal yang harus ditempuh. Bagi orang dengan motivasi berprestasi tinggi, hal ini adalah suatu kenikmatan. Orang-orang seperti ini akan puas setelah berhasil, namun akan segera mencari upaya baru lagi, untuk kembali mendapatkan sensasi kepuasan itu.

16. Pengendalian Diri

Kemampuan untuk menunda kesenangan. Orang yang mendapat skor tinggi pada dimensi ini dapat membuat rencana dengan baik, tidak menunda-nunda, serta bisa berkonsentrasi pada pekerjaan mereka dengan disiplin diri yang tinggi.

17. Orientasi terhadap Status

Keinginan untuk mencapai status tinggi dalam kehidupan pribadi seseorang dan untuk maju secara profesional. Orang-orang yang mendapat nilai tinggi pada dimensi ini berusaha keras untuk mencapai posisi hidup yang esensial dan dikagumi atas pencapaian mereka. Mereka terutama termotivasi untuk mengejar karir yang berarti dan untuk kemajuan dalam pekerjaan mereka.

2.2 Dimensi motivasi berprestasi menurut McClelland
McClelland membagi motivasi berprestasi menjadi empat aspek:

a. Risiko pemilihan tugas

Menurut McClelland, orang dengan motivasi berprestasi tinggi lebih realistis dalam memilih tugas. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi lebih suka tugas dengan tantangan sedang, yang menjanjikan kesuksesan. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi tidak suka dengan pekerjaan yang terlalu mudah yang tidak menantang, tapi juga menghindari pekerjaan yang terlalu sulit yang kemungkinan suksesnya kecil.

b. Umpan balik

Dimensi umpan balik berarti ada suatu pencapaian yang bisa diukur dan dibandingkan dengan orang lain. Umpan balik ini selanjutnya akan dipergunakan untuk memperbaiki prestasinya.

c. Tanggungjawab

Dimensi motivasi berprestasi lainnya menurut McClelland adalah adanya tanggungjawab atas tugas yang dikerjakannya. Ia berusaha meyelesaikan setiap tugas dan tidak meninggalkan tugas sebelum berhasil menyelesaikannya.

d. Kreatif-inovatif

Inovatif adalah melakukan sesuatu dengan cara berbeda dibanding sebelumnya.

Sementara, kreatif berarti mencari cara baru menyelesaikan tugas dengan efektivitas maksimal.

Orang dengan motivasi berprestasi tidak menyukai pekerjaan yang sama terus menerus. Jika dihadapkan pada tugas bersifat rutin, individu akan berusaha mencari cara lain untuk menghindari rutinitas tersebut, namun jika tidak dapat menghindarinya individu akan tetap dapat menyelesaikannya.

Itu tadi dimensi motivasi berprestasi ya. Ada dua versi, kalau mau dipakai untuk skripsi silakan dipilih salah satu aja.

Indikator Motivasi Berprestasi
Nah, sekarang kita akan bahas berbagai indikator motivasi berprestasi.

Sedikit berbeda dari dimensi/aspek, indikator adalah sederet perilaku yang dapat diukur. Indikator ini kelak bisa digunakan untuk membuat skala motivasi berprestasi versi kamu sendiri.

Ada beberapa versi dari indikator untuk motivasi berprestasi.

Schunk, dkk. (2008); Wigfield dan Eccles, (2002) mengemukakan beberapa indikator mengenai motivasi berprestasi. Untuk indikator motivasi berprestasi dalam bidang akademik, di antaranya:

1. Choice
Choice dalam motivasi berprestasi berarti secara sadar memilih terlibat tugas akademik daripada tugas-tugas non-akademik.

Orang dengan motivasi berprestasi tinggi akan memilih mengerjakan tugas sekolah daripada menonton TV, menelepon teman, bermain game, ataupun aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat dipilih untuk mengisi waktu luang;

2. Persistence
Persistence dalam motivasi berprestasi berarti ulet dalam tugas akademik. Terutama pada waktu menghadapi rintangan seperti kesulitan, kebosanan, ataupun kelelahan. Orang dengan persistence yang tinggi akan tetap tekun dalam mengerjakan tanggung jawab meskipun tugas itu sulit atau membosankan. Dan akan tetap mengerjakan tugas meskipun sedang lelah.

3. Effort
Effort berarti mengerahkan usaha baik secara fisik maupun secara mental.

Orang dengan motivasi berprestasi tinggi akan mengerahkan upaya terbaiknya dalam mengejar prestasi. Contohnya mengajukan pertanyaan yang bagus ketika di kelas, mengulangi materi pelajaran sendiri, membuat perencanaan belajar, dan sebagainya.

Apabila diterapkan di dunia kerja, orang dengan motivasi berprestasi tinggi akan menjaga konsentrasinya tetap dengan pekerjaan, menyiapkan perencanaan kerja yang matang, dan mengasah kemampuan yang meningkatkan produktivitas kerja.

Menurut Asnawi (2002) manifestasi dari motivasi berprestasi ini terlihat dalam perilaku seperti:

(1) mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya

(2) mencari umpan balik tentang perbuatannya

(3) memilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan

(4) berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.

Menurut French (Syaodih, 2003) siswa yang termotivasi oleh prestasi akan bertahan lebih lama dalam mengerjakan tugas dibandingkan siswa-siswa yang kurang termotivasi. Hal ini tetap dilakukan meskipun mengalami kegagalan.

Nah, apabila gagal, siswa itu akan menghubungkan kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha. Jadi bukannya melihat faktor-faktor eksternal seperti kesukaran tugas, keberuntungan, atau guru yang menyulitkan.

Siswa yang dengan motivasi berprestasi tinggi akan mencari keberhasilan. Ketika gagal, siswa itu akan melipatgandakan usaha dilakukan sampai berhasil.

3.3 Indikator Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (1987)
Ciri-ciri orang dengan motivasi berprestasi tinggi menurut McClelland, yaitu:

(a) ingin selalu mencari prestasi

(b) menyukai kompetisi

(c) ingin jadi yang terbaik

(d) menyukai tantangan yang realistis; tidak terlalu sulit tapi tidak mudah

(e) menginginkan lebih banyak evaluasi mengenai keberhasilan dan kegagalan yang terjadi, dibandingkan orang yang berprestasi rendah.

Parson, Hinson, dan Brown menyimpulkan ciri-ciri orang mempunyai motivasi berprestasi. Ciri-ciri tersebut adalah:

(a) mampu menetapkan tugas yang bisa dikerjakan dengan baik. Hal ini berhubungan dengan pengalaman akan keberhasilan. Pengalaman akan keberhasilan akan bisa meningkatkan motivasi berprestasi,

(b) menyukai tugas dengan tingkat kesulitan menengah. Artinya, tugas yang dikerjakan tidak mudah tapi juga tidak sulit

(c) menginginkan pengajaran yang spesifik dan jelas

(d) tidak takut akan kegagalan.

Apa Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi?
Apa saja sih faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi?

4.1 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Menurut McClelland
McClelland (1987: 12) menyebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Ada lima faktor, yaitu:

(1) pengalaman dalam tahun -tahun pertama kehidupan

(2) latar belakang budaya tempat orang tersebut dibesarkan

(3) pemodelan, dalam arti seseorang yang dijadikan panutan

(4) lingkungan tempat proses belajar berlangsung

(5) harapan orang tua untuk anak -anak mereka.

Kurang lebih, McClelland menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi berprestasi terbentuk di fase awal-awal kehidupan. Semakin baik alam belajar seseorang, ada contoh baik yang menjadi panutan, serta orang tua yang mendukung, maka semakin besar kemungkinan muncul motivasi berprestasi yang tinggi di dalam dirinya.

Purwanto (2014) mengambil kesimpulan bahwa dari berbagai teori motivasi yang ada. ada tiga elemen esensial yang selalu ada dalam motivasi berprestasi. Tiga elemen itu adalah efikasi diri, nilai-tugas, dan orientasi tujuan.

1. Efikasi Diri atau Self-Efficacy

Efikasi-diri berarti keyakinan individu terhadap kemampuan yang dia miliki untuk mengerjakan suatu tugas yang sedang dihadapi.

Bandura (1997) menyebut efikasi diri sebagai perilaku yang digerakkan oleh keyakinan mengenai seberapa besar peluang untuk sukses dalam mengerjakan suatu tugas.

Menurut Bandura, untuk berhasil mengerjakan tugas, seseorang harus memiliki keyakinan bahwa sukses akan diraih.

Individu dengan efikasi-diri tinggi dalam bidang yang digeluti, akan memperlihatkan perjuangan yang gigih untuk meraih sukses. Ini karena dia yakin.

Sebaliknya individu dengan efikasi diri-rendah cenderung menghindari tugas-tugas, kurang ulet dalam berusaha, serta mudah menyerah (Pajares, 2003; Schunk, 1981).

Ada beberapa konstruk psikologi yang bermakna serupa dengan efikasi-diri. Misalnya meliputi harapan untuk sukses, keyakinan kontrol (control belief), gaya atribusi, dan sebagainya.

2. Nilai-tugas atau task value

Ketika seseorang dihadapkan pada suatu tugas, mungkin yang terpikirkan adalah apa manfaat dari mengerjakan tugas ini? Dan, untuk apa saya mau mengerjakan tugas ini?

Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan dengan nilai atau harga dari tugas yang dikerjakan tersebut bagi individu.

Eccles (1983); Wigfield dan Eccles, (1992) mendefinisikan task value menjadi tiga; attainment value, intrinsic motivation, dan extrinsic value.

Apabila seseorang yakin bahwa tugas yang ia kerjakan memiliki makna, maka orang tersebut akan termotivasi untuk mengerjakannya.

Keyakinan tentang nilai yang diletakkan siswa terhadap suatu tugas akan meningkat seiring dengan meningkatnya keyakinan bahwa tugas akademik itu penting baginya (attainment value), menyenangkan untuk dilakukan (intrinsic motivation), memiliki kegunaan atau manfaat bagi dirinya (utility value).

Task value juga bisa terbangun melalui pengalaman sukses serta rasa terbiasa dengan tugas. Artinya, apabila sebelumnya seseorang pernah merasakan keberhasilan dalam satu tugas, makna tugas itu akan menjadi lebih penting baginya.

Ini diperkuat oleh pendapat Bandura dan Schunk (1981), yang melaporkan bahwa keberhasilan dalam suatu tugas menghasilkan efek meningkatnya motivasi intrisik terhadap tugas tersebut.

Tobias (1995) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin akrab seseorang terhadap suatu materi pelajaran (prior knowledge), maka akan semakin tinggi motivasi intrinsik siswa terhadap pelajaran tersebut.

3. Orientasi tujuan

Orientasi tujuan berkaitan dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai individu dalam suatu tugas. Term atau konstrak psikologi yang diajukan para peneliti terkait orientasi tujuan meliputi tujuan penguasaan (mastery goal orientation) dan tujuan performansi (performance goal orientation).

Locke dan Latham (1990) menyebut bahwa pemilihan suatu tujuan dan komitmen terhadap tujuan yang terkait dengan suatu tugas dipengaruhi oleh efikasi-diri dalam tugas tersebut.

Elemen orientasi tujuan terdiri atas dua aspek yaitu:

(1) Tujuan penguasaan atau masteri, yakni individu memiliki tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi untuk menguasai atau memperbaiki kompetensi tertentu, untuk mengembangkan keterampilan atau kecakapan baru melalui tugas-tugas akademik yang dilakukan.

(2) Tujuan performansi, yaitu individu memiliki tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi untuk mengungguli performansi orang lain, untuk memperoleh pengakuan publik atas sukses yang dicapai.

Tujuan penguasaan bersifat lebih pribadi. Seseorang yang termotivasi berprestasi dengan tujuan penguasaan, artinya memiliki keinginan untuk menguasai skill yang dia targetkan. Prestasi berupa medali dan ranking bukan tujuan utama, melainkan hanya parameter bahwa dia sudah benar-benar menguasai skill tersebut.

Sementara tujuan performansi bersifat lebih eksternal. Motivasi berprestasi yang datang dari tujuan performansi, artinya menginginkan adanya kompetisi. Ia termotivasi untuk mengungguli orang lain. Dengan mengungguli orang lain, dia akan mendapat predikat yang terbaik.

Kesimpulannya, menurut Purwanto, ada tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya motivasi berprestasi.

Yang pertama adalah efikasi diri, yakni keyakinan bahwa dia akan berhasil; yang kedua adalah makna dari tujuan yang ia kejar, semakin bermakna untuk dirinya maka ia akan semakin termotivasi mengejarnya; dan yang terakhir adalah orientasi tujuan, apakah itu untuk penguasaan skill atau untuk mengejar medali dan pengakuan.

Referensi mengenai Pengertian Motivasi Berprestasi
Kira-kira segitu dulu ya penjelasan tentang pengertian motivasi berprestasi menurut para ahli. Untuk referensi dan daftar pustaka mengenai pengertian motivasi berprestasi, kamu bisa cek beberapa referensi di bawah ini yes~

Atkinson, J. W., & Feather, N. T. (Eds.). (1966). A theory of achievement motivation. New York: John Wiley & Sons.

Dweck, C. S., & Elliot, E. S. (1983). Achievement motivation. Dalam P. H. Mussen, & E. M. Hetherington

Eccles J. S., Adler T. F., Futterman R., Goff S. B., Kaczala C. M., Meece J. L., Midgley C. (1983). Expectancies, values, and academic behaviors. Dalam Spence J. T. (Ed.) Achievement and achievment motives: Psychological and sociological approaches. W.H. Freeman and Company (pp. 75–138).

(Eds.). Handbook of child psychology Vol. IV, Socialization, personality, and social development (pp. ). New York: John Wiley & Sons.

Gold, M. (Ed.). (1999). The complete social scientist: A Kurt Lewin reader. Washington, DC: American Psychological Association.

Harter, S., & Connell, J. P. (1984). A model of children’s achievement and related self-perceptions of competence, control, and motivational orientation. In M. L. Maehr, & J. G. Nicholls (Ed.), Advances in motivation and achievement (Vol. 3) The development of achievement motivsation (pp. ). Greenwhich, CT: JAI Press.

Heckhausen, H. (1967). The anatomy of achievement motivation. New York: Academic Press.

Jackson, D. N., Ahmed, S. A., & Heapy, N. A. (1976). Is achievement a unitary construct? Journal of Research in Personality, 10, 1-21.

Klinger, E., & McNelly, F. W. Jr. (1969). Fantasy need achievement and performance: A role analysis. Psychological Review, 76, .

Maehr, M., L., & Nicholls, J. G. (1980). Culture and achievement motivation: A second look. In N. Warren

(Ed.), Studies in cross-cultural psychology (Vol. 2, pp. ). New York: Academic Press.

McClelland, D. C., Atkinson, J. W., Clark, R. A., & Lowell, E. L. (1953). The achievement motive. New York: Appleton Century-Crofts.

McClelland, D. C. (1958). Risk taking in children with high and low need for achievement. J. W. Atkinson (Ed.), Motives in fantasy, action, and society (pp. ). New York: Van Nostrand.

Nicholls, J. G. (1984). Achievement motivation: Conceptions of ability, subjective experience, task choice, and performance. Psychological Review, 91, .

Nicholls, J. G. (1989). The competitive ethos and democratic education. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Spence, J. T., & Helmreich, R. L. (1983). Achievement-related motives and behaviors. In J. T. Spence (Ed.), Achievement and achievement motives: Psychological and sociological approaches (pp. 7-74). San Francisco: W. H. Freeman & Co.

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: WH. Freeman.

Bandura, A., & Schunk, D.H. (1981). Cultivating Competency, Self-Efficacy, and Intrinsic Interest Through Proximal Self-Motivation. Journal of Personality and Social Psychology, 41, .

Barzegar, M. (2012). The Relationship Between Goal Orientation and Academic Achievement-The Mediation Role of Self-Regulated Learning Strategies – A Path Analysis. International Conference on Management, Humanity and Economics, August 11-12, 2012, Phuket Thailand.

Bell, A. H., & Smith, D. M. (2003). Motivating Yourself For Achievement. New

Jersey: Prentice Hall.

Durik, A. M., Vida, M., & Eccles, J. S. (2006). Task Values and Ability Beliefs as Predictors of High School Literacy Choices: A Developmental Analysis. Journal of Educational Psychology, 98, .

Elliot, A. J., & Church, M. M. (1997). A Hierarchical Model of Approach and Avoidance Achievement Motivation.

Journal of Personality and Social Psychology, 72, .

Klassen, R. M., Krawchuk, L. L., & Rajani, S. (2008). Academic Procrastination of Undergraduate: Low self-efficacy to self-regulate predicts higher level of procrastination. Contemporary Educational Psychology, 33, .

Locke , E. A., & Latham, G. P. (1990). A Theory of Goal Setting and Task Performance. New York: Printice Hall.

Locke, E. A., & Latham, G. P. (2013). New Developments in Goal Setting and Task Performance. New York: Routledge.

Nicholls, J. G. (1984). Achievement Motivation: Conception of Ability, Subjective Experience, Task Choice, and Performance. Psychological Review, 91, .

Pintrich, P. R., & De Groot, E. V. (1990). Motivational and Self-Regulated Learning Component of Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology. 82(1), 33-40.

Pintrich, P. R., Smith, D. A. F., Garcia, T., & McKeachie, W. J. (1991). A Manual for the Use of the Motivated Strategies for Learning Questionaire (MSLQ). Eric Institute of Education Science.

Potosky, D., & Ramakrishna, H. V. (2002). The moderating role of updating climate perceptions in the relationship between goal orientation, self-effi cacy, and job performance. Human Performance, 15 , 275 – 297.

Purwanto, E., & Sutoyo, A. (2008). Peningkatan Motivasi Berprestasi Melalui Pelatihan Atribusi Kausal SpiritualQur’ani. Laporan Penelitian. Semarang: LP2M Universitas Negeri Semarang.

Purwanto, Edy. (2014). Model Motivasi Trisula: Sintesis Baru Teori Motivasi Berprestasi. Jurnal Psikologi. 41. 218. 10.22146/jpsi.6951.

Schunk, D. H. (1981). Modeling and Attributional Effect on Children’s Achievement: A Self-Efficacy Analysis. Journal of Educational Psychology, 73, .

Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L. (2008). Motivation in Education, Theory, Research, and Applications. Third Edition. New Jersey: Pearson Educatuon, Inc.

Slavin, R. E. (2009). Educational Psychology, Theory Into Practice. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Tobias, S. (1995). Motivasit And Metacognitive Word Knowledge. Journal of Educational Psychology, 87(3), .

Wigfield, A., & Eccles, J. S. (2002). Development of Achievement Motivation. San Diego, CA: Academic Press.

Zimmerman, B. J., & Kitsantas, A. (2002). Acquiring Writing Revision and Selfregulatory Skill Through Observation and Emultion. Journal of Educational Psychology, 94(4), .