Blog

Kategori Tipe Kepemimpinan

Nama : Fajar Nur Khafidin

KATEGORI DAN TIPE KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan itu adalah ilmu terapan dari ilmu sosial, karena mempunyai prinsip yang diharapkan dapat memberikan manfaan untuk kesejahteraan manusia. Pengertian Kepemimpinan sendiri sangat luas dan bervarian. Banyak pengertiaan yang dikemukakan oleh para pakar, tetapi dari berbagai definisi tersebut menunjukkan adanya kesamaan dari satu sama lain.

Definisi Kepemimpinan Menurut Para Ahli

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok

Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

Dari dua definisi diataas dapat disimpulkan jika kemempinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, bawahan, serta kelompok, kemampuan mengarahkan perilaku bawahan serta kelompok, memiliki kemampuan khusus dalam bidang yang diarahkan oleh kelompok itu sendiri, pada tujuan untuk mencapai organisasi tersebut

Menurut Psikolog Terkenal yang bernama Kurt Lewin, ada tiga gaya kepemimpinan utama dalam menangani permasalahan dan pengambilan keputusan, Ketiga gaya kepemimpinan utama tersebut diantaranya adalah Gaya Kepemimpinan Otokratis, Gaya kepemimpinan Demokratis dan Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.

Macam – Macam Kategori Kepemimpinan

1. Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian

Adalah Gaya Kepemimpinan yang diambil sepenuhnya kebijakan dari pemimpin yang paling berkuasa. Pemimpin atau manajer tidak memberikan hak kepada bawahan dalam pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini mempunyai kelebihan dalam pengambilan keputusan jika keputusan harus diambil secepatnya, karena pemegang keputusan hanyalah hak dari seorang pemimpin tersebut. Sebagai pemegang kendali, tanggung jawab dari semua kebijakan dipegang oleh si pemimpin sendiri, sedangkan para karyawan hanya bisa melaksanakan tugas yang disampaikan. Manajer atau pemimpin tidak membutuhkan karyawan dalam keputusan organisasi.

Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih, 2013) Terdapat 2 macam sistem kepemimpinan otokratif, yaitu :

1. Sistem Otoritatif dan Eksploitif.

Pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannnya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kakunditetapkan oleh pemimpin.

Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:

a. Pimpinan menentukan keputusan

b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan

c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman

2. Sistem Otoritatif dan Benevolent.

Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, akan tetapi mereka bebas berkomentar kepada perintah perintah tersebut. Bawahan diberi berbagai keringanan untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Ciri-ciri dri sistem otokratis paternalistic atau otoriter bijak, antara lain.

a. Pimpinan percaya pada bawahan

b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman

c. Adanya komunikasi ke atas

d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan

e. Adanya delegasi wewenang

· Keputusan diambil dengan cepat karena hak mutlak pemimpin, dan tak akan ada bantahan dari bawahan

· Tipe pemimpin otoriter kebanyakan mempunyai sifat tegas, maka jika ada kesalahan dalam prosedur kerja maka pemimpin tak segan untuk menegur dan bahkan sampai memecat demi keberhasilan organisasi

· Mudah dilakukan pengawasan

· Suasana terlalu kaku, mencekam, karena sifat pemimpin

· Menimbulkan keresahaan dan rawan terjadi perpindahan karena merasa tak nyaman

· Kreatifitas dari bawahan sangat rendah, karena tidak diberi ruang untuk memberikan pendapat

· Pegawai akan merasa tidak dihargai

· Tingginya tingkat ketidakhadiran

· Tingginya pertukaran karyawan

2. Kepemimpinan Demokratis/ Democratik

Gaya kepemimpinan ini memberikan ruang dan wewenang secara luas untuk bawahan. Setiap permasalahan dalam organisasi bawahan akan diberi ruang disana sebagai tim dalam organisasi. Disini pemimpin selalu berbaur dengan bawahan, dan berbeda dengan otoriter. Pemipin memerhatikan kebutuhan setiap karyawan dan melihat kemampuan dari setiap indiividu untuk kelangsungan karir organisasi dan juga karyawan. Pemimpin ini bisa memberi menerima saran dari karyawan. Anggota tim/ organisasi ditekan untuk lebih kreatif dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan saran yang berguna untuk tujuan tim/organisasi tersebut. Kesepakatan terakhir diputuskan dengan pertimbangan yang disepakati oleh pemimpin dan bawahan

Suatu kepemimpinan pendidikan tidak dapat dikatakan mempunyai ciri – ciri demokratis jika kegiatan pimpinan dan situasi kerja yang dihasilkannya tidak menunjukkan secara nyata dengan penerapan prinsip-prinsip kepemimpinan sebagai berikut :

Dalam suatu kepemimpinan pendidikan yang demokratis masalah partisipasi setiap anggota staf pada setiap usaha lembaga tersebut dipandang sebagai suatu kepentingan yang mutlak harus dibangkitkan.

Pemimpin dengan berbagai usaha mencoba membangkitkan dan memupuk subur kesadaran setiap anggota stafnya agar mereka merasa rela ikut bertanggung jawab, dan selanjutnya secara aktif ikut serta memikirkan dan memecahkan masalah-masalah juga menyangkut perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran.

Berhasilnya pemimpin menimbulkan minat, kemauan dan kesadaran bertanggungjawab daripada setiap anggota staf dan bahkan individu diluar staf yang ada hubungan langsung dan tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada lembaga kerjanya itu, dan yang selanjutnya menunjukkan partisipasi mereka secara aktif, berarti satu fungsi kepemimpinan telah dapat dilaksanakannya dengan baik.

Adanya partisipasi anggota staf belum berarti bahwa kerjasama diantara mereka telah terjalin dengan baik. Partisipasi juga bisa terjadi dalam bentuk spesialisasi bentuk tugas-tugas, wewenang tanggung jawab secara ketat diantara anggota-anggota, dimana setiap anggota seolah-olah berdiri sendiri-sendiri dan berpegang teguh pada tugastugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing individu.

Partisipasi harus ditingkatkan menjadi kerjasama yang dinamis, dimana setiap individu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diperuntukkan khusus bagi dirinya, merasa berkepentingan pula pada masalah-masalah yang menyangkut suksesnya anggota-anggota lain, perasaan yang timbul karena kesadaran bertangung jawab untuk mensukseskan keseluruhan program lembaga kerjanya. Adanya perasaan dan kesadaran semacam itu memungkinkan mereka untuk bantu membantu, bekerjasama pada setiap usaha pemecahan masalah yang timbul didalam lembaga, yang mungkin bisa menghambat keberhasilan dalam pencapaian tujuan program lembaga kerja secara keseluruhan yang telah disepakati dan ditetapkan bersama-sama.

c. Prinsip Hubungan Kemanusiaan

Suasana kerjasama demokratis yang sehat tidak akan ada, tanpa adanya rasa persahabatan dan persaudaraan yang akrab, sikap saling hormat menghormati secara wajar diantara seluruh warga lembaga-lembaga kerja tersebut.Hubungan kemanusiaan seperti itu yang disertai unsur-unsur kedinamisan, merupakan pelicin jalan kearah pemecahan setiap masalah yang timbul dan sulit yang dihadapi.

Pemimpin harus menjadi sponsor utama bagi terbinanya hubungan-hubungan sosial dan situasi pergaulan seperti tersebut diatas didalam lembaga kerja yang dipimpinnya itu.pemimpin tidak berlaku sebagai majikan atau mandor terhadap pegawai dan buruhnya, tetapi ia sejauh mungkin menempatkan diri sebagai sahabat terdekat daripada semua anggota staf dan penyumbang-penyumbang diluar staf dengan tidak pula meninggalkan unsur-unsur formal jabatan.

d. Prinsip Delegasi dan Pemencaran Kekuasaan dan Tanggung Jawab

Pemimpin pendidikan harus menyadari bahwa kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab yang ada padanya sebagian harus didelegasikan dan dipancarkan kepada anggota-anggota staf kerja juga mampu untuk menerima dan melaksanakan pendelegasian dan pemancaran kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab agar proses kerja lembaga secara keseluruhan berjalan lancar efisien dan efektif.

Melalui Pendelegasian dan Pemencaran Kekuasan dan Tanggung jawab yang tepat, serasi dan merata, moral kerja akan ikut terbina secara sehat, semangat kerja dan perasaan tanggungjawab akan terbangkit dan bertumbuh dengan subur. Melalui cara ini perkembangan pribadi dan jabatan staf akan terangsang untuk bertumbuh secara kontinyu, pemimpin dapt berkesempatan untuk mengetahui, menemukan dan selanjutnya membinan kader-kader pemimpin yang potensial dikalangan stafnya. Pembinaan kepemimpinan melalui latihan dalam bentuk delegasi dan pemencaran kekuasaan, wewenang dan tanggungajawab merupakan cara yang paling praktis disamping usaha-usaha pembinaan lainnya, bagi kepentingan kepemimpinan pendidikan yang lebih bermutu dimasa depan.

e. Prinsip Kefleksibelan Organisasi dan Tata Kerja

Organisasi kerja disusun dengan maksud mengatur kegiatan dan hubungan-hubungan kerja yang harmonis, efiseien dan efektfif. Kefleksibelan organisasi menjamin orgasnisasi dan tata kerja serta hubungan-hubungan kerja selalu sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan problema-problema baru yang slalu muncul dan berubah terus menerus.

Jadi jelas bahwa prinsip fleksibilitas itu merupakan faktor penting dalm organisasi administrasi pendidikan yang demokratis. Dalam kebutuhan yang lebih luas fleksibilitas itu tidak hanya terbatas pada struktur organisasi, hubungan-hubungan tata kerja, tetapi juga pada masalah-masalah dan hal-hal lain yang menyangkut kehidupan individu dan kelompok dalm lembaga kerja.

Pertumbuhan dan perkembangan sesuatu lembaga pendidikan pengajaran disamping faktor material dan fasilitas lainnya, terutama tentang pertumbuhan dan perkembangan program dan aktivitas kerja, sebagian besar berakar pada kreativitaskerja pada setiap personil pimpinan dan pelaksana didalam lembaga itu. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada di masyarakat, lembaga pendidikan harus menjadi lembaga lembaga kerja yang kreatif dan dinamis, dimana setiap anggota staf memiliki ide-ide, pikiran-pikiran dan konsep baru tentang prosedur, tata kerja dan metode-metode mendidik dan mengajaran yang lebih efektif.

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Gaya kepemimpinan adalah sebuah pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami suksesnya kepemimpinan, dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin. Dengan adanya tiga gaya kepemimpinan diatas yang memiliki perbedaan kelebihan masing-masing untuk diterapkan di sekolah. Dimana gaya kepemimpinan otokrasi dapat diterapkan pada bawahan yang kurang berpengetahuan yang masih membutuhkan bimbingan secara langsung dan kontinyu. Gaya kepemimpina laissez faire dapat diterapkan pada sekolah yang bawahanya sudah mandiri dan dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedural. Sedangkan gaya demokrasi sangat sesuai apabila diterapkan di sekolah yang mengutamakan prinsip timbal balik dan saling memberikan manfaat bagi sesamanya.

· Hubungan pemimpin dan karyawan luwes atau tidak kaku

· Setiap kebijakan untuk organisasi bawahan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan

· Dapat mengembangkan kreatifitas atau tindakan karyawan karena gaya kepemimpinan yang tidak bersifat mengekang

· Bawahan aka merasa semangat karena merasa diperhatikan dan dibutuhkan dalam organisasi

· Proses pengambilan keputusan tidak secepat otoriter karena harus melalui musyawarah dan berbagai pertimbangan bersama

· Dapat memicu konflik jika setiap individu mempunyai ego yang tinggi

3. Kepemimpinan Bebas / Laissez-Faire

Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002).

Gaya Laissez-faire adalah sifat kepemimpinan yang bebas dengan cara memberikan bawahan kebebasan penuh untuk mengambil tindakan atau keputusan yang berkaitan dengan tugas yang diberikan, dan tentunya dengan batasan waktu yang telah ditentukan oleh atasan ataupun manajer. Dalam gaya ini, pemimpin hanya mempunyai kuantitas kecil karena tidak memberikan intruksi dan perintah, tak ada kontrol dan koreksi. Para bawahan akan menentukan penyelesaian masalah yang akan dihadapi. Tentu kepemimpinan ini sangat rawan terjadi kekacauan dalam menjalankan tujuan dari organisasi.

alam suasana kerja yang dihasilkan oleh kepemimpinan pendidikan semacam itu, tidak dapat dihindarkan timbulnya berbagai masalah, misalnya berupa konflik-konflik kesimpang siuran kerja dan kesewenang-wenangan oleh karena masing-masing individu mempunyai kehendak yang berbeda-beda menuntut untuk dilaksanakan sehingga akibatnya masing-masing adu argumentasi, adu kekuasaan dan adu kekuatan serta persaingan yang kurang sehat diantara anggota disamping itu karena pemimpin sama sekali tidak berperan menyatukan, mengarahkan, mengkoordinir serta menggerakkan anggotanya.

Adapun ciri-ciri khusus gaya kepemimpinan laissez faire yaitu:

1. Pemimpin memberikan kebebasan penuh dalam mengambil keputusan baik secara kelompok atau individual dengan minimum partisipasi pemimpin bahkan terkesan acuh tak acuh.

2. Pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada stafnya dalam menentukan segala sesuatu yang berguna bagi kemajuan organisasinya tanpa bimbingan darinya

3. Pemimpin tidak berpartisipasi sama sekali dalam organisasi yang dipimpinnya.

4. Pemimpin memberikan komentar spontan atas aktivitas-aktivitas anggota dan ia tidak berusaha sama sekali untuk menilai atau tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja karyawan.

Beberapa sebab timbulnya “laissez faire” dalam kepemimpinan antara lain:

1. Karena kurangnya semangat dan kegairahan kerja pemimpin sebagai penanggung jawab utama dari pada sukses tidaknya kegiatan kerja suatu lembaga

2. Karena kurangnya kemampuan dan kecakapan pemimpin itu sendiri. Apalagi jika ada bawahan yang lebih cakap, lebih berbakat memimpin dari pada dirinya, sehingga si pemimpin cenderung memilih alternative yang paling aman bagi dirinya dan prestise jabatan menurut anggapannya, yaitu dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap anggota staf, kepada kelompok sebagai satu kesatuan

3. Masalah sulitnya komunikasi, misalnya karena letak sekolah yang terpencil jauh dari tempat kerja tersebut terpaksa mencari jalan sendiri-sendiri, sehingga sistem perusahaan atau tata cara kerjanya, mungkin sangat menyimpang atau sangat terbelakang jika dibandingkan dengan yang banyak mendapat bimbingan dari petugas-petugas teknis

Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas :

1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.

2. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.

3. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.

4. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.

Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997:

1. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.

2. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.

3. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.

· Bawahan tidak merasakan adanya tekanan dalam menjalankan tugas

· Karyawan bisa memiliki sifat mandiri karena inisiatifnya dalam menentukan keputusan

· Tidak didominasi pemimpin

· Menghasilkan motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi

· Rawan terjadi kekacauan dan bentrok

· Bawahan sesuka hati menentukan pilihan karena tak ada kontrol

· Tujuan organisasi akan sulit dicapai

· Tidak efektif untuk karyawan yang tidak bisa mengatur waktu dan selalu menunda – nunda pekerjaan.

Macam – Macam Gaya dan Kepribadian Kepemimpinan

1. Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Tipe ini mempunyai aura daya tarik dan membawa hal yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain dan ucapannya dapat membangkitkan semangat orang lain, maka tak jarang tipe kepemimpinan ini mempunyai pengikut yang banyak dan sangat besar jumlahnya dan pengawal – pengawal yang dapat dipercaya.

2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis

Kelebihan tipe ini terletak pada penempatan perspektif oleh pemimpin. Orang akan terpengaruh oleh keuntungan dari pada pemimpin. Yang dimaksud dari tipe ini adalah si pemimpin bisa memperlihatkan sisi putih dengan jelas dan apa yang menguntungkan untuk lawan atau rivalnya

Pada umumnya mereka sanggup menghadapi banyak tekanan dan sanggup untuk bersabar, tetapi kesabaran ini bisa dianggap berlebihan karena tipe ini tidak cukup mempunyai ketegasan untuk menjadi pemimpin. Seringkali pengikutnya meninggalkannya karena sifat yang terlalu lembut tersebut.

3. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Tipe yang berorientasi hanya kepada tugas. Disini bawahannya hanya seperti diibaratkan sebagai mesin yang hanya diperlukan sesuai dengan kehendak pemimpin, dan inisiatif dari bawahan tidak titanggapi karena pada dasarnya mereka tidak mempunyai hak untuk memberikan kritik saran atau masukan. Kelebihan tipe ini ada pada pencapaian prestasi. Tidak ada tembok penghalang yang mengganggu langkah pemimpin. Langkah – langkah perhitungannya sangat sistematis.

4. Gaya Kepemimpinan Moralis

Tipe ini mempunyai kelebihan seperti mereka sangat sopan dan hangat kepada orang dan mempunyai empati kepada permasalahan yang dihadapi oleh karyawan. Kekurangan dari tipe ini adalah emosinya yang tidak stabil yang kadang bisa sedih, mengerikan, dan kadang bisa sangat bersahabat. Gaya dari tipe ini sangat membantu dalam proses penyelesaian permasalahan yang ada pada atasan dan bawahan.

5. Gaya Kepemimpinan Analitis

Tipe ini biasanya membuat semua keputusan berdasarkan pada proses analisis, karena tipe ini membuat pertimbangan berdasarkan informasi dengan menggunakan analisis logika. Gaya ini sangat terperinci jika berhubungan dengan hasil, dan menekankan semua dengan jangka panjang. Tipe ini sangat mengutamakan logika dengan pendekatan yang masuk akal dan penuh perhitungan

6. Gaya Kepemimpinan asertif

Tipe ini mengandalkan pengendalian pada setiap personal daripada kepemimpinan model lainnya. Pemiimpin asertif lebih terbuka pada konfllik dan kritik yang diterimanya dan berpikir cepat untuk solusi dari masalah tersebut. Pengambilan keputusan terletak pada proses argumentasi dari beberapa sudut pandang, sehingga keputusan akhir dapat memberikan kesimpulan yang memuaskan dari berbagai kritik dan saran pada masalah

7. Gaya Kepemimpinan Enterepreneur

Tipe ini berfokus pada tujuan atau hasil akhir, serta kurangnya kerjasama dalam operasionalnya. Gaya kepemimpinan ini selalu mencari rival atau pesaing dan menargetkan dengan standart yang tinggi. Kelebihan dari model ini tertuju pada kefokusan dari pada tujuan dalam organisasi. Kekurangan dari tipe ini yaitu menimbulkan tekanan pada karyawan karena harus mencapai target dengan standart yang tinggi.

8. Gaya Kepemimpinan Visioner

Tipe visioner adalah tipe yang memberi tujuan dan arti dalam kerja dan usaha yang harus dilakukan bersama-sama oleh anggota tim/organisasi dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan tugas yang disampaikan dengan visi yang jelas. Kepemimpinan ini setidaknya harus memiliki persyaratan seperti yang dikemukakan oleh Burt Nanus(1992), yaitu:

a. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”

b. .Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat “relate skillfully” dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).

c. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

d. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

Pemimpin harus siap untuk dituntut melakukan transformasi terlepas dari gaya apa yang mereka anut. Tipe ini harus mampu untuk mengelola perubahan, termasuk didalam mengubah kebijakan serta budaya organisasi yang kadang ditemui tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin setidaknya harus memiliki visi yang tajam dan pandai mengelola keberagaman dalam medorong terus proses pembelajaran serta persaingan yang semakin tahun semakin ketat.

9. Gaya Kepemimpinan Militeristik

Tipe ini mempunyai gaya yang tidak jauh dari kepemimpinan otoriter karena tipe pemimpin yang bertindak sebagai ditaktor pada setiap anggota kelompoknya. Sifat – sifat dari tipe ini adalah

· Banyak menggunakan sistem komando, keras, sangat otoriter, kaku, dan kurang bijaksana

· Kepatuhan adalah mutlak untuk bawahan

· Menghargai formalitas seperti upacara-upacara ritual dan hari kebesaran dengan cara berlebihan

· Tuntutan disiplin yang keras dan kaku untuk bawahannya

· Sangat menentang saran, usul, sugesti, dan kritik dari bawahannya

· Alur komunikasi top down atau hanya berlangsung pada satu arah saja

Kepemimpinan Transformasional

Definisi kepemimpinan, menurut Terry (Kartono 1998 : 38) Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Menurut Ordway Teod dalam bukunya ”The Art Of Leadership” (Kartono 1998 : 38). Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu.

Young dalam Kartono (1998) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.

Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.

Menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Adapun, karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah sebagai berikut:

a. Idealized influence(or charismatic influence)

Idealized influencemempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimppinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadirole modelyang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.

b.Inspirational motivation

Inspirational motivationberarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.

c.Intellectual stimulation

Intellectual stimulationkarakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.

d.Individualized consideration

Individualized considerationberarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.

Teori kepemimpinan lain yang cukup banyak dikaji adalah path goal theory. Teori ini didasarkan pada teori motivasi harapan . Teori ini secara modern banyak dikembangkan oleh martin Evans dan Robert House ( Lunenburg dan orstein, 2000). Menurut path goal theory dampak perilaku pimpinan terhadap anggota, baik motivasi, kepuasan, dan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor situasi. Dalam menerapkan perilaku kepemimpinan untuk mencapai tujuan akhir organisasi ada beberapa faktor moderator yang mempengaruhi dan menjadi jalur untuk mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau lingkungan kerja, untuk itu dalam upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan situasi lingkungan kerja.

Sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada kebutuhan bagi pemimpin untuk membuat hadiah tergantung pada pencapaian tujuan dan untuk membantu anggota kelompok dalam mencapai penghargaan dengan menjelaskan tujuan dan jalan untuk menghilangkan hambatan untuk kinerja. Menurut Teori path-goal ada empat gaya kepemimpinan.

a. Kepemimpinan memberi petunjuk atau arahan . Pemimpin member petunjuk atau menjelaskan tujuan dan memberikan aturan-aturan dan peraturan khusus untuk membimbing bawahan untuk mencapai tujuan itu.

b. Kepemimpinan yang mendukung; Pemimpin menampilkan kepedulian pada bawahan termasuk bersifat ramah kepada bawahan dan peka terhadap kebutuhan mereka

c. Kepemimpinan berorientasi prestasi, pemimpin menekankan pada pencapaian tugas-tugas yang sulit dan pentingnya performa yang baik dan secara bersamaan menampilkan keyakinan bahwa bawahan akan kinerja baik.

d. Kepemimpinan partisipatif, pemimpin “berkonsultasi” dengan bawahan tentang pekerjaan tugas tujuan, dan jalan untuk mencapai tujuan gaya kepemimpinan ini melibatkan berbagai informasi serta “?konsultasi” dengan bawahan sebelum mengambil keputusan (Wiyono, 2013).

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003)

Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

· Letak Kendali (Locus of Control)

Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.

· Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)

Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

b. Karateristik Lingkungan

pada faktor situasional ini path-goalmenyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

· Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

· Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:

Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.

Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi

Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.

Masing-masing tipe kepemimpinan dapat diterapkan secara efektif dalam situasi yang tepat. Faktor situasi tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor yang berkaitan dengan anggota meliputi kemampuan locus of control, kebutuhan, dan dorongan, sedangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan anggota meliputi kemampuan, locus of control,kebutuhan dan dorongan sedangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja meliputi tugas,kelompok kerja dan sistem kewenangan formal. Misalnya kepemimpinan dengan perilaku partisipatif diberikan kepada bawahan dengan:locus of control tinggi, kebutuhan tinggi pada otonomi, tanggung jawab dan aktualisasi diri tinggi, serta tidak ada kepastian tinggi dalam pelaksanaan tugas. Perilaku supportif diberikan kepada bawahan dengan sel- esteem dan afiliasi tinggi, tugas terstuktur, tugas dengan stess tinggi.

Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah perilaku pemimpin yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan anggota yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Pemimpin transaksional harus mampu mengenali apa yang diinginkan anggota dari pekerjaannya dan memastikan apakah telah mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, apa yang diinginkan pemimpin adalah kinerja sesuai standar yang telah ditentukan.

Hubungan pemimpin transaksional dengan anggota tercermin dari tiga hal, yakni:

1. pemimpin mengetahui apa yang diinginkan anggota dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila untuk kerjanya sesuai dengan harapan

2. pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota dengan imbalan

3. pemimpin responsif terhadap kepentingan-kepentingan pribadi anggota selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan anggota.

Berdasarkan pengertian mengenai kepemimpinan transaksional yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan transaksional merupakan persepsi para anggota terhadap perilaku pemimpin dalam mengarahkan anggotanya untuk bekerja sesuai standar yang telah ditetapkan.

Karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas: imbalan kontigen dan manajemen melalui eksepsi. Kedua karakteristik kepemimpinan transaksional, selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Imbalan kontigen. Imbalan kontigen adalah kontrak pertukaran imbalan untuk upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan bagi kinerja yang baik, dan menghargai prestasi kerja yang dilakukan anggota.

2. Manajemen melalui eksepsi. Manajemen melalui eksepsi merupakan pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin agar kinerja anggota sesuai standar yang telah ditentukan. Penerapan manajemen melalui eksepsi dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Pada pelaksanaan manajemen melalui eksepsi secara aktif, pemimpin mengawasi dan mencari deviasi atau penyimpangan atas berbagai aturan dan standar, serta mengambil tindakan korektif. Sebaliknya, dalam pelaksanaan manajemen melalui eksepsi secara pasif, pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar tidak tercapai.

Penelitian mengenai kepemimpinan transaksional mengemukakan ada dua karakteristik utama tipe kepemimpinan transaksional, yaitu:

a. pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggota

b. pemimpin hanya melakukan tindakan koreksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi yang ditetapkan. Kepemimpinan transaksional dengan demikian mengarah pada upaya mempertahankan keadaan yang telah dicapai.

Daniel Tambunan, S.Sos, MARS, Elfrida Nainggolan, SKM. 2013. Gaya kepemimpinan kepala ruangan dan produktivitas kerja Perawat pelaksana di instalasi rawat inap rs hkbp balige 34.Jurnal Keperawatan HKBP Balige, Vol.1, Juni 2013: No.1ISSN Irman Somantri, dkk. 2006. Hubungan Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Gaya Kepemimpinan Dan Tipe Kepribadian Kepala Ruangan Yang Dipersepsikan Perawat Pelaksana Dengan Kepuasan Kerja. Jakarta; Universitas Indonesia.

Robbins, S.P. 2007. Perilaku organisasi (Jilid 12).Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Swansburg,Russel C . 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen keperawatan. Jakarta; EGC.

Kartono, Kartini. 1983. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Rajawali

O’Leary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi

Mustiningsih. 2013. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Wiyono, B.B. 2013. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (Konsep, Pengukuran dan Pengembangannya). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Bass, B.M. 1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision. Organizational Dynamics. Dalam Steers, R.M., Porter, L.W., dan Bigley, G. A. (Eds.). 1996. Motivation and Leadership at Work. Sixth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies. .