Blog

Fungsi Konstitusi Dan Tujuannya Menurut Para Ahli

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Terdapat sebuah kenyataan bahwa tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi, betapapun kecilnya negara tersebut.[1] Konstitusi sendiri merupakan sebuah dokumen nasional, yang isinya menyangkut kehidupan nasional suatu negara.[2] Berikut akan kami jelaskan tujuan dan fungsi konstitusi.

Konstitusi memiliki fungsi khusus untuk menentukan dan membatasi kekuasaan negara, serta menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dan hak asasi manusia (“HAM”). Kekuasaan tersebut harus memiliki batasan yang tegas dan dengannya penguasa diharapkan tidak memanipulasi konstitusi untuk kepentingan kekuasaannya sendiri, sehingga hak-hak warga negara akan terlindungi.[3]

Tujuan dan fungsi konstitusi dalam sebuah negara berubah dari zaman ke zaman. Sebagai contoh, pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, kedudukan konstitusi adalah sebagai benteng pemisah antara rakyat dengan penguasa yang kemudian secara bertahap memiliki fungsi sebagai alat rakyat dalam memperjuangkan kekuasaannya melawan golongan penguasa.[4]

Pada perkembangan selanjutnya, di dunia barat, fungsi konstitusi adalah untuk menentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan. Dengan kebangkitan paham kebangsaan, kekuatan pemersatu, dan kelahiran demokrasi sebagai paham politik, konstitusi menjamin alat negara untuk konsolidasi kedudukan hukum dan politik. Hal tersebut guna mengatur kehidupan bersama dan untuk mencapai tujuan konstitusi, yakni cita-citanya dalam bentuk negara.[5]

Baca juga: Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli dan Secara Etimologis

Tujuan Konstitusi menurut Para Ahli
Menurut Jimly Asshiddiqie, pada umumnya hukum memiliki tiga tujuan pokok, yaitu:[6]

1. keadilan (justice), sepadan dengan keseimbangan, kepatutan, dan kewajaran;
2. kepastian (certainty atau zekerheid), berkaitan dengan dengan ketertiban dan ketenteraman; dan
3. kegunaan (utility) yang diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.

Oleh karena konstitusi sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, sehingga tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi.[7]

Adapun tujuan yang tertinggi dari konstitusi adalah:[8]

1. keadilan;
2. ketertiban; dan
3. perwujudan nilai ideal seperti kemerdekaan, kebebasan, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers).

Sebagai contoh, terdapat empat tujuan negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD NRI 1945. Keempat tujuan itu adalah:

1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. memajukan kesejahteraan umum;
3. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sehubungan dengan itu, maka beberapa ahli merumuskan tujuan konstitusi seperti merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional atau negara berkonstitusi.[9]

Menurut J. Barents, terdapat ada tiga tujuan negara, yaitu:[10]

1. untuk memelihara ketertiban dan ketenteraman;
2. untuk mempertahankan kekuasaan; dan
3. untuk mengurus hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan- kepentingan umum.

Maurice Hauriou menegaskan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan antara ketertiban, kekuasaan, dan kebebasan. Kebebasan individu warga negara harus dijamin, namun kekuasaan negara juga harus berdiri tegak, sehingga tercipta sebuah tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban juga akan terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif.[11]

Kemudian, G. S. Diponolo menjelaskan tujuan konstitusi ke dalam 5 (lima) kategori sebagai berikut:[12]

1. kekuasaan;
2. perdamaian, keamanan dan ketertiban;
3. kemerdekaan;
4. keadilan; dan
5. kesejahteraan dan kebahagiaan.

Baca juga: Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi konstitusi adalah untuk menentukan dan membatasi kekuasaan negara. Kekuasaan tersebut harus memiliki batasan yang tegas agar penguasa tidak memanipulasi konstitusi untuk kepentingan kekuasaannya. Dengan diterapkannya fungsi konstitusi tersebut, maka hak-hak warga negara dan HAM akan terjamin dan dilindungi. Adapun, tujuan konstitusi menurut beberapa ahli pada intinya adalah untuk mencapai keadilan, ketertiban, kemerdekaan, serta menjamin kesejahteraan masyarakat umum.

Demikian jawaban kami tentang fungsi konstitusi dan tujuannya, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Referensi:

1. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006;
2. Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran dan Pandangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014;
3. Syafa’at Anugrah Pradana, Buku Ajar Hukum Tata Negara, Parepare: Institut Agama Islam Negeri Parepare, 2019;
4. Tundjung Herning Sitabuana, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2020.

[1] Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran dan Pandangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, hal. 35.

[2] Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran dan Pandangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014, hal. 40.

[3] Tundjung Herning Sitabuana, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2020, hal. 11.

[4] Syafa’at Anugrah Pradana, Buku Ajar Hukum Tata Negara, Parepare: Institut Agama Islam Negeri Parepare, 2019, hal. 35.

[5] Syafa’at Anugrah Pradana, Buku Ajar Hukum Tata Negara, Parepare: Institut Agama Islam Negeri Parepare, 2019, hal. 35-36.

[6] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 149.

[7] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 149.

[8] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 149.

[9] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 149.

[10] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. .

[11] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 150.

[12] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 150.